Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi Makalah Penyuluh Agama Islam teladan Terbaru..

 

Menanamkan Cara Baca Arab Melayu Di Majelis-Majelis Taklim


Abstrak

Makalah ini diawali dengan latar belakang aksara Arab Melayu, metode, materi, dan sasaran penyuluhan yang akan diterapkan. Dengan adanya permasalahan dalam dunia kebahasaan, merupakan suatu bukti kongkrit terjadinya suatu perubahan sosial di masyarakat. Namun, di dalam tulisan ini berupaya menyajikan bagaimana membangun kembali aksara Arab Melayu tersebut di kalangan generasi muda tentunya, agar mereka mengenal lebih dekat tentang aksara yang sebetulnya telah lama digunakan oleh para leluhurnya. Tentu khususnya adalah umat islam, agar bisa meningkatkan usaha melestarikan pengetahuan dan pemahaman aksara Arab Melayu sehingga dapat membantu memahami naskah-naskah Melayu Nusantara yang telah banyak ditulis oleh para Ulama Nusantara ini.


Pendahuluan

Aksara Arab-Melayu merupakan salah satu tulisan kuno yang digunakan oleh masyarakat Melayu. Kemunculannya terkait secara langsung dengan kedatangan agama Islam ke Nusantara. Pada awalnya, bahasa Melayu ditulis dengan menggunakan huruf Sansekerta, baru kemudian pada abad ke-14 mengalami perubahan menggunakan huruf Arab atau dikenal sebagai huruf Hijaiah. Tulisan Arab-Melayu disebut sebagai tulisan Jawi dalam bahasa Melayu modern. Alasan penamaan Jawi belum menemukan titik jelas karena banyak perbedaan pendapat. Menurut Saidi (2003:20), istilah ‘Jawi’ berasal dari penyebutan orang Arab terhadap kemenyan Jawa dan juga dinyatakan bahwa ‘Jawa’ dahulu digunakan sebagai nama tempat yang mengacu kepada pulau Jawa dan Sumatra.

Prasasti Melayu tertua yang ditulis dalam dasar ortografi Arab atau Hijaiah ditemukan di hulu Sungai Trengganu, kirakira 60 kilometer ke pedalaman dari timur laut pantai Semenanjung Malaysia (Collins, 2005:15). Tulisan Arab-Melayu merupakan campuran huruf-huruf Hijaiyah, dengan enam huruf bukan huruf Hijaiah melainkan modifikasi oleh masyarakat Melayu sendiri. Penambahan tersebut dimaksudkan untuk keperluan fonem Melayu yang lebih banyak dibandingkan fonem Hijaiah. Huruf-huruf tambahan tersebut adalah huruf pa (ڤ ,(nga (ڠ ,(nya (ڽ ,(va (ۏ ,(ca (چ (dan ga (ݢ . 

Arab Melayu ini merupakan aksara utama dalam penyebaran bahasa Melayu ke seluruh wilayah nusantara; yang penggunaannya dimulai seiring dengan kedatangan agama Islam ke kepulauan Melayu ini. Disebut Arab Melayu, karena merupakan huruf-huruf Arab yang sengaja digubah untuk mewakili bunyi bahasa Melayu. Seni penulisan ini juga dikenal dengan nama Jawi, Jawoe, Kawung; dan untuk tulisan Arab Melayu yang berbahasa Jawa disebut Pegon. Walau apapun sebutannya pada tiap wilayah, dalam tulisan blog ini hanya akan disebut dengan nama Arab Melayu saja.

Datuk Sayyid Alwi al-Haddad, sejarahwan Malaysia, proses pengenalan dan/atau usaha penggubahan lambang huruf Arab untuk mewakili bunyi bahasa Melayu sudah berlangsung sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M), sebab pada masa itu agama Islam sudah mulai bertapak di daerah-daerah pantai kepulauan Melayu. Komunikasi antar masyarakat awam hingga kalangan istana pada saat itu sudah berlangsung dengan lambang huruf Melayu. Namun penggunaan Arab Melayu secara luas disepakati bermula pada abad 12 Masehi, seiring dengan penyebaran agama Islam ke wilayah nusantara.

Penggunaan lambang huruf Arab Melayu tidak hanya terjadi antar sesama bangsa Melayu, namun juga dengan bangsa lainnya, khususnya Eropah. Penulisan Arab Melayu antar bangsa ini meliputi perjanjian dagang, surat-menyurat antar raja-raja Melayu dengan pemerintah Eropa, dan lain sebagainya. Arab Melayu tidak hanya didominasi oleh Islam. Banyak produk obat dan makanan asal Eropah dan Cina yang juga menggunakan Arab Melayu dalam kemasan produknya. Bahkan pada tahun 1890-an, Abdullah Munsyi, Malaysia, dipercayakan pemerintah Hindia Belanda untuk menulis Al-Kitab (Injil) yang bertulisan Arab Melayu untuk kepentingan Misionaris Eropa. Injil ini masih tersimpan dalam museum di Banjarmasin.

Namun seiring berkembangnya zaman, ditemukan beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan bahan ajar tulisan Arab-Melayu. Faktor pendukung pertama adalah kekayaan bahan tulisan Arab-Melayu yang memang pernah digunakan dan berkembang di Indonesia. Faktor pendukung kedua adalah upaya-upaya pemerintah mengangkat nilai budaya lokal di dalam pendidikan. Faktor penghambat pengembangan pembelajaran Arab-Melayu adalah ketersediaan pustaka berhuruf Arab-Melayu yang memang banyak, tetapi tidak mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari, misalnya toko buku, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan kota. Faktor kedua adalah jumlah mahasiswa yang tidak menguasai tulisan Arab cukup banyak karena factor agama dan kebiasaan menggunakan huruf Latin dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ketiga adalah tidak adanya kaidah baku penulisan Arab-Melayu dan terdapat perbedaan-perbedaan tulisan antara cetakan lama dengan cetakan baru. 


Metode Penyuluhan 

Metode mengajar adalah suatu cara/ jalan yang harus dilalui dalam mengajar. Rasulallah sebagai teladan selalu memilih cara dan sistem terbaik disaat mengajar anak didiknya, sebuah metode yang paling mengena dan tepat sasaran baik secara individu maupun secara kolektif, sehingga mereka cepat memahami dan menerima apa yang disampaikan oleh Rasulullah. Namun dalam hal ini, penulis lebih menekankan bagaimana cara/metode penyuluhan yang akan di kembangkan di majelis-majelis. Tujuannya adalah agar masyarakat semakin banyak mengenal tentang aksara Arab-Melayu. Sebab masih banyak masyarakat yang belum terlalu memahami bagaimana cara membaca tulisan Arab Melayu itu sendiri. Berikut adalah metode yang akan di gunakan:

Pengembangan ini menggunakan model prosedural serta metode penelitian dan pengembangan dari penulis

Penelitian dan pengembangan ini menggunakan empat tahap prosedur, yaitu:

Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan.

Mengembangkan produk awal. 

Uji coba lapangan skala kecil, revisi produk, dan produk akhir.


Materi Penyuluhan

Pelajaran 1 : Huruf-Huruf Hijaiyyah Tunggal 

Pelajaran 2 : Huruf-Huruf Bersambung 

Pelajaran 3 : Mengenal Huruf Latin dan Persamaannya dengan   Huruf Aksara Arab Melayu 

Pelajaran 4 : Bentuk-Bentuk Huruf Aksara Arab Melayu Tunggal dan Bersambung

Pelajaran 5 : Panduan Mengeja dan Menulis Aksara Arab Melayu

Pelajaran 6 : Mengeja Suku Kata yang Menggunakan Vokal (U) dan (O)

Pelajaran 7 : Mengeja Suku Kata yang Menggunakan Vokal (A) 

Pelajaran 8 :Mengeja Suku Kata yang Menggunakan Vokal (E) Pepet 

Pelajaran 9 : Mengeja Suku Kata yang Menggunakan Vokal (I) dan (E)

Pelajaran 10 : Kata Jati dan Serapan Bukan Bahasa Arab yang Terdiri Dari Satu Suku Kata 

Pelajaran 11 : Kata Jati dan Serapan Bukan Bahasa Arab yang Terdiri Dari Dua Suku Kata Atau Lebih 

Pelajaran 12 : Mengeja Kata yang Menggunakan Diftong 

Pelajaran 13 : Mengeja Kata Serapan Bahasa Arab 

Pelajaran 14 : Mengeja  Kata yang Berimbuhan


Sekilas Materi 



















Sasaran Penyuluhan

Sasaran primer penyuluhan aksara Arab-Melayu ini adalah masyarakat di majelis-majelis taklim. Kemudian yang akan menjadi sasaran sekundernya adalah generasi muda (anak-anak sekolah).


Permasalahan

Masalah yang terjadi mengenai Arab Melayu dari dahulu hingga sekarang adalah ketidak-beraturannya bentuk penulisan  pada kata. Jangankan oleh penulis yang berbeda, bahkan dari penulis yang sama, pada buku yang sama dan di lembar halaman yang sama pun kasus itu tetap saja terjadi.

Contohnya di dalam surat Raja Ali Haji yang ditujukan pada Gubernur Belanda waktu itu; di bahagian atas ditulis (كڤاد) untuk ‘kepada’; namun pada bagian lain ditulis dengan (كڤـد). Hal yang sama juga terjadi pada Babul Qawa’id cetakan Kerajaan Siak tahun 1891. Pada halaman awal akan kita temukan tulisan (تعلوق) untuk ‘takluk’’; namun pada halaman lain akan kita temukan (تعلؤ). Artinya, konsistensi penulisan lambang bunyi huruf Arab Melayu belum baku di alam Melayu.

Kasus inilah yang dijadikan alasan utama oleh orientalis dan komunis yang ada di nusantara dengan mengatakan bahwa Arab Melayu tak layak untuk menjadi tulisan bangsa Melayu karena penulisannya tidak pernah konsisten hingga kerap kali terjadinya salah baca yang dapat menimbulkan salah persepsi.

Sejak pendapat itu keluar, dimulai lah upaya kaum anti Islam untuk mengikis perusahaan cetak dan penerbitan buku Arab Melayu. Namun upaya yang dilakukan sejak masa penjajahan Eropa hingga Jepang, tak mengikis Arab Melayu, meski pun banyak orang yang mempelajari bahasa dan aksara mereka. Hal ini disebabkan nilai patriotisme yang dikandung Arab Melayu, sehingga penggunaannya dianggap perlawanan terhadap penjajah. Bahkan Arab Melayu menjadi standarisasi produk obat dan makanan buatan Cina; yang jika tidak dibubuhi dengan Arab Melayu, rasanya tak layak untuk digunakan oleh bangsa Melayu. 

Revolusi Turki pada tahun 1924 yang diusung Kamal Pasha Attaturk, terjadi karena dorongan negara-negara Eropa yang hendak merebut kembali Konstantinopel dari Turki Utsmani yang pemerintah dan pasukan perangnya telah mulai lemah. Kenyataan ini membuat jiwa patriotisme Kamal Pasha Attaturk terpanggil dan mendorong dirinya untuk membela negara.

Namun seiring perjalanan masa, gerakan ini merembes pada hal berbau SARA. Segala hal yang berbau Arab (yang dianggap sebagai simbol Islam) harus dihilangkan; termasuk adzan yang harus dilantunkan dengan bahasa Turki. Hal ini tidak mengherankan karena adanya boncengan serta dukungan zionis dan komunis internasional dalam gerakannya itu. Tulisan Arab Turki pun diganti dengan huruf latin, dengan melakukan adaptasi dan penambahan lambang pada tiap huruf.

Pengikisan simbol Keislaman oleh Kamal Pasha Attaturk tersebut menjadi angin segar bagi Dr. Pardjono; seorang intelektual PKI; yang mendorong dan mendukung sepenuhnya pelaksanaan Kongres Bahasa di Singapura dan Medan pada tahun 1950-an, yang mengeluarkan resolusi agar tulisan latin menjadi tulisan kebangsaan Melayu. Selanjutnya dibentuklah Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (DBP) yang mempelopori aksara latin di semenanjung Melayu. Sejak saat itu, sebagian besar penerbit diharuskan bahkan wajib  beralih ke tulisan latin.

Mulai 1960-an, Arab Melayu akhirnya benar-benar terpinggirkan. Setiap orang dituntut harus mampu membaca latin. Semua kitab pelajaran pada sekolah pribumi hingga madrasah mulai dirambah oleh tulisan latin. Ditambah lagi pada tahun 1980-an, keberadaan tulisan Arab Melayu secara nasional seakan ‘dijajah’ oleh adanya upaya pemberantasan buta huruf. Orang-orang tua kita dinista karena tidak dapat tulis-baca huruf latin dan dicap sebagai buta huruf, meskipun mereka mampu tulis-baca aksara Arab Melayu. Sementara bagi mereka yang mampu tulis-baca latin, walaupun tidak tahu tulis-baca Arab Melayu, tidak mendapat penistaan ‘buta huruf’. Akibatnya, generasi Melayu yang lahir di atas tahun 1970-an banyak yang buta aksara Arab Melayu bahkan tidak mampu membaca al-Quran.

Masalah yang timbul kemudian, bahwa penggunaan tulisan latin malah semakin mengikis perbendaharaan kata dalam bahasa Melayu. Banyak kata-kata dalam bahasa Melayu yang berganti dengan kata dan istilah asing (Eropa). Bukan untuk menambah perbendaharaan kata, melainkan hanya untuk menindas bahasa yang sudah ada. Akhirnya pada masa kini, seorang pembicara tidak merasa cerdas kalau tidak mengungkapkan bahasa dan istilah asing. Bahkan UUD 1945 hasil amandemen sekarang ini telah 30% dibubuhi dengan bahasa dan istilah asing yang sangat tidak akrab di telinga.

Jika terus dibiarkan, disinyalir 50 tahun mendatang kosa kata Melayu di dalam bahasa Melayu tinggal 10% saja. Lalu beberapa tahun setelahnya, bahasa Melayu pun akan punah. Hingga pada akhirnya nanti anak turunan jati Melayu akan terpaksa harus melihat kamus terlebih dahulu untuk memahami dan menerjemahkan “Takkan Melayu Hilang di Bumi”.


Pemecahan Masalah

Hal utama untuk memecahkan permasalahan tersebut tentunya menerapkan bagaimana cara meningkatkan kegiatan belajar terkait aksara Arab-Melayu itu sendiri. Berikut cara yang ditawarkan:

Membaca

Yang harus dilakukan pertama kali adalah banyak membaca tulisan Arab-Melayu. Meskipun belum terlalu mengenal aksaranya, setidaknya pembaca bisa sedikit mengenal bagaimana bentuk aksara Arab-Melayu.

Mengamati

Yang dimaksud mengamati di sini tentu saja mengamati segala hal yang berhubungan dengan bahasa Arab-Melayu di sekitar. Perhatikan kosakata, atau penggunaan frase-frase tertentu dalam berbagai konteks yang ditulis.

Mempelajari huruf-huruf dasar (huruf hijaiah)

Mengenal huruf-huruf dasar yang digunakan. Aksara Arab-Melayu ini menggunakan huruf hijaiah. Jadi, sangat penting untuk memahami betul tentang huruf dasar tersebut.

Praktik Menulis

Tidak aka nada gunanya jika hanya mempelajari materi, jika tidak melakukan sebuah praktik. Tujuannya adalah untuk membiasakan diri untuk menulis aksara Arab-Melayu.

Memanfaatkan gadget dan media sosial

Melalui dunia internet, kita akan dipermudah untuk mengetahui tentang dunia aksara. Karena jangkauannya lebih luas dan melebar. Dengan memanfaatkan teknologi yang ada, itu bisa dijadikan sebagai penguat dalam mempelajari tata cara baca Arab-Melayu.


Rencana Tindak Lanjut

Makalah ini mengembangkan sebuah produk berupa bahan ajar berbentuk buku digital dan cetak berjudul Aksara Arab Melayu. Bahan ajar ini berisi 14 tahap pembelajaran. Mulai dari mengenal huruf-huruf hijaiah sebagai materi dasar, sampai pada materi mengeja kata yang berimbuhan. Bahan ajar inilah yang akan menjadi acuan mendasar dalam mengembangkan kegiatan penyuluhan cara baca Arab Melayu di majelis-majelis taklim.