Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PENGUATAN PEMAHAMAN MODERASI BERAGAMA USTADZ PENDIDIKAN PESANTREN TAHUN ANGGARAN 2021

 



LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

NOMOR TAHUN 2021

TENTANG 

PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PENGUATAN PEMAHAMAN 

MODERASI BERAGAMA USTADZ PENDIDIKAN 

PESANTREN

TAHUN ANGGARAN 2021

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta 

akhlak mulia, Pesantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat 

dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan 

Islam yang rahmatan lil’alamin dengan melahirkan insan beriman yang 

berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki 

peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan 

maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan 

Republik Indonesia.

Pesantren sebagai subkultur, memiliki kekhasan yang telah 

mengakar serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat dalam 

menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi 

pemberdayaan masyarakat. Pesantren merupakan lembaga yang 

berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, atau 

organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat yang menanamkan 

keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak 

mulia, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang 

tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan 

nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, 

keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara 

Kesatuan Republik Indonesia.

Moderasi beragama merupakan upaya strategis dalam rangka 

memperkukuh toleransi dan meneguhkan kerukunan dalam 

kebhinekaan. Masyarakat Indonesia yang memeluk agama beragam 

perlu mengembangkan wawasan dan sikap moderasi beragama, untuk 

membangun saling pengertian, merawat keragaman, dan memperkuat 

persatuan di antara umat beragama yang berbeda. Perspektif moderasi 

beragama merujuk pada pandangan bahwa umat beragama harus 

mengambil jalan tengah dalam praktik kehidupan beragama.

Indonesia sebagai negara dengan suku bangsa, agama, dan 

kepercayaan yang beragam perlu mengelola keragaman tersebut dengan 

baik untuk meminimalisir risiko timbulnya konflik di antara warga 

negara maupun antarkelompok dan pemeluk agama. Gejala intoleransi 

yang mulai mengemuka perlu mendapat perhatian serius agar tidak

merusak semangat persatuan dalam kemajemukan. Sementara itu,

perkembangan teknologi dan informasi yang tidak disertai dengan

kearifan dan pengetahuan dapat memicu perselisihan yang berpotensi

mengganggu kerukunan dan harmoni sosial. Pengamalan nilai-nilai

agama secara baik bagi seluruh umat, yang disertai penghargaan dan

penghormatan atas perbedaan, diharapkan dapat menjadi perekat dan

pemersatu bangsa.

Pengarusutamaan moderasi beragama merupakan upaya strategis

dalam rangka memperkukuh toleransi dan meneguhkan kerukunan

dalam kebhinekaan. Masyarakat Indonesia yang memeluk agama

beragam perlu mengembangkan wawasan dan sikap moderasi beragama,

untuk membangun saling pengertian, merawat keragaman, dan

memperkuat persatuan di antara umat beragama yang berbeda.

Perspektif moderasi beragama merujuk pada pandangan bahwa umat

beragama harus mengambil jalan tengah dalam praktik kehidupan

beragama.

Pesantren mendapat perhatian sebagai bagian dari prioritas

pembangunan jangka menengah sebagaimana tertuang dalam tertuang

dalam RPJMN Tahun 2020 – 2024, dimana Pesantren mendapatkan

mandat untuk memperkuat moderasi beragama untuk mengukuhkan

toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, melalui penguatan perannya

dalam mengembangkan moderasi beragama untuk meningkatkan

pemahaman dan pengamalan ajaran agama untuk kemaslahatan. Peran

Pesantren dalam mengembangkan Moderasi Beragama sesungguhnya

merupakan implementasi fungsi pendidikan dan fungsi dakwah

Pesantren, di mana dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019

tentang Pesantren dijelaskan bahwa Pesantren menyelenggarakan fungsi

dakwah untuk mewujudkan Islam rahmatan lil’alamin, yang dalam

pelaksanaannya meliputi: (1) upaya mengajak masyarakat menuju jalan

Allah Swt. dengan cara yang baik dan menghindari kemungkaran; (2)

mengajarkan pemahaman dan keteladanan pengamalan nilai keislaman

yang rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur

bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan (3) menyiapkan pendakwah

Islam yang menjunjung tinggi nilai luhur bangsa Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Persoalan adanya paham ekstrim dalam Islam sebenarnya bukan

hal baru. Fenomena ini sudah terjadi pada awal perkembangan Islam,

terutama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Memang pada masa Nabi

SAW riaknya juga sudah ada. Akan tetapi dengan cepat dan akurat dapat

diselesaikan mengingat masih adanya figur utama Rasulullah SAW.

Kemudian sepeninggalnya Rasulullah SAW gejala perselisihan di tubuh

umat Islam ini semakin menjadi-jadi. Dari mulai perselisihan antara

menguburkan jenazah Nabi SAW atau mengangkat pemimpin sebagai

pengganti Beliau terlebih dahulu. Lalu bermunculan nabi-nabi palsu dan 

orang-orang yang menolak zakat. Puncaknya pada masa Khalifah

Sayyidina Ali bin Abi Thalib muncul kelompok yang berseberangan

antara Khawarij dan Syi’ah. Khawarij keluar dari barisan pasukan

Sayyidina Ali karena kecewa dan mereka berani mengkafirkan kelompok

di luarnya. Sedangkan Syi’ah tetap sangat loyal kepada Sayyidina Ali

bahkan cenderung mengkultuskannya.

Lalu pada perkembangan berikutnya, muncul paham-paham

keagamaan dari segi pemikiran. Misalnya lahirnya kelompok Qadariyah

dan Jabariyah, lalu Muktazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dan pada

perkembangan berikutnya, ternyata kelompok tengah yang diwakili

Asy’ariyah dan Maturudiyah yang beraliran Sunni yang mampu bertahan

dan berkembang. Kalau kelompok-kelompok ekstrim sejalan dengan

perjalanan waktu mereka redup dan menghilang dengan sendirinya.

Kecuali pada waktu-waktu tertentu ketika terjadi kegalauan di tubuh

umat Islam akibat kesenjangan ekonomi dan ketediakadilan misalnya,

maka paham-paham ekstrim tersebut bisa muncul kembali. Misalnya

belakangan ini di kalangan umat Islam Indonesia muncul paham radikal

dan liberal yang menghebohkan. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu

dan keseimbangan keadaan, paham-paham tersebut mulai redup dan

surut. Tetap yang mengakar dan menyebar di kalangan umat Islam

adalah paham pertengahan, yakni moderasi Islam yang seimbang. Oleh

karena itu wawasan moderasi Islam ini perlu terus digali dan

dikembangkan untuk menjaga keutuhan umat Islam dan menampilkan

ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Saat ini persoalan keumatan dan kebangsaan yang perlu

dicermati adalah adanya aliran-aliran keagamaan yang keluar dari arus

utama keyakinan dan pemahaman yang ada. Sehingga bermunculanlah

sempalan-sempalan agama yang dianggap sesat. Dan hal ini jelas akan

merusak citra agama dan menimbulkan keresahan serta gangguan

keamanan dan ketenteraman. Selain itu, akhir-akhir ini juga muncul

pandangan dan paham keagamaan yang ekstrim di tengah masyarakat

yang umumnya tidak sedikit diikuti oleh kaum muda. Yang

memprihatinkan pemahaman seperti ini juga muncul dan diikuti oleh

kaum muda. Dan yang lebih memprihatinkan hal ini juga terjadi di

lingkungan pesantren yang notabene identik dengan pemahaman

keagamaan yang tawassuth dan mengedepankan pemahaman Islam

yang rahmatan lil’alamin. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk

memgantisipasi atau paling tidak meminimalisir pemahaman dan ajaran

ekstrim dan radikal tersebut sehingga tidak menyebar semakin meluas.

Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah melakukan kegiatan yang

bermuara pada penguatan pemahaman Islam yang moderat, tawassuth,

tawazzun dan tasamuh khususnya di arahkan pada para ustadz yang

tentunya nanti akan bermuara juga kepada para santrinya, sebagai

bagian dari penguatan peran Pesantrendalam mengembangkan moderasi

beragama.

Atas dasar tersebut, Kementerian Agama mengalokasikan sejumlah

anggaran bantuan pemerintah sebagai bagian dari Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Agama, yang dipergunakan untuk pendanaan

operasional kegiatan oleh lembaga atau organisasi yang memiliki

perhatian dan kepedulian dalam pengembangan paham moderasi

beragama di lingkungan Pesantren dalam rangka penguatan pemahaman

moderasi beragama ustadz pada Pendidikan Pesantren

Pemberian bantuan tersebut, dilaksanakan dalam bentuk Bantuan

Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan

Pesantren.

Untuk memberikan acuan dalam pelaksanaan Bantuan

Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan

Pesantren tahun anggaran 2021, dipandang pelu untuk menyusun

Petunjuk Teknis Bantuan Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama

Ustadz Pendidikan Pesantren Tahun Anggaran 2021.

B.

Maksud dan Tujuan

1.

Maksud

Penyusunan Petunjuk Teknis ini dimaksudkan untuk

memberikan acuan dalam Pelaksanaan Bantuan Penguatan

Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren pada

Tahun Anggaran 2021.

2.

Tujuan

Penyusunan Petunjuk Teknis ini bertujuan untuk mengatur

mekanisme pengelolaan Bantuan Penguatan Pemahaman Moderasi

Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren Tahun Anggaran 2021 agar

tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

C.

Asas

Petunjuk Teknis Bantuan Penguatan Pemahaman Moderasi

Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren Tahun Anggaran 2021 ini

disusun berdasarkan asas pelaksanaan bantuan pemerintah pada

Kementerian Agama, yaitu kepastian bentuk, kepastian identitas

penerima, kejelasan tujuan, kejelasan penanggung jawab, dan

ketersediaan anggaran.

Adapun asas yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang

bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau

Tindakan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan

sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan, yaitu asas legalitas, asas perlindungan

terhadap hak asasi manusia, serta asas umum pemerintahan yang baik

(AUPB) yang mencakup asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas

ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan

wewenang, asas keterbukaan, asas kepentingan umum, dan asas

pelayanan yang baik.

D.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Petunjuk Teknis ini meliputi

Pendahuluan,

Pelaksanaan Bantuan, Pengendalian, Monitoring dan Evaluasi, Layanan

Pengaduan Masyarakat, dan Penutup.

E.

Pengertian Umum

1.

Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Agama yang selanjutnya

disebut bantuan pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi

kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh Kementerian Agama

kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga

pemerintah/non pemerintah.

2.

Bantuan Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz

Pendidikan Pesantren Tahun Anggaran 2021 yang selanjutnya

disebut Bantuan adalah bantuan pemerintah dalam bentuk

bantuan operasional kegiatan yang diberikan kepada lembaga atau

organisasi yang memiliki perhatian dan kepedulian dalam

pengembangan paham moderasi beragama di lingkungan Pesantren

dalam rangka penguatan pemahaman moderasi beragama ustadz

pada Pendidikan Pesantren.

3.

Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain,

yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis

masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi

masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan

keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak

mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil‘alamin yang

tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat,

dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan,

dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.

Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh

Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan

mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren

dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiyah dengan pola

pendidikan muallimin.

5.

Pendidikan Muadalah adalah Pendidikan Pesantren yang

diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dengan

mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren

dengan berbasis Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola

Pendidikan muallimin secara berjenjang dan terstruktur.

6.

Pendidikan Diniyah Formal adalah Pendidikan Pesantren yang

diselenggarakan pada jalur pendidikan formal sesuai dengan

kekhasan Pesantren yang berbasis kitab kuning secara berjenjang dan terstruktur.

7.

Ma'had Aly adalah Pendidikan Pesantren jenjang pendidikan tinggi

yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan

Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan

kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang

dan terstruktur.

8.

Pengkajian kitab kuning adalah Pendidikan Pesantren yang

diselenggarakan pada jalur non formal yang berbasis kitab kuning.

9.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA

adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai

acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan

pemerintahan sebagai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara.

10. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah unit organisasi

yang mengelola DIPA dan melaksanakan kegiatan Kementerian

Agama yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan

anggaran.

11. Pengguna Anggaran Kementerian Agama yang selanjutnya disebut

PA adalah Menteri Agama sebagai pejabat pemegang kewenangan

penggunaan anggaran pada Kementerian Agama.

12. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah

pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan

sebagian dari kewenangan dan tanggung jawab penggunaan

anggaran pada Kementerian Agama.

13. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya

disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA

untuk melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran

dan menerbitkan Surat Perintah Membayar.

14. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah

pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

belanja negara.

15. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS

adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara

Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja,

keputusan, surat tugas, atau surat perintah kerja lainnya melalui

penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung.

16. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP

adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan

pembayaran tagihan kepada negara.

17. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPMLS adalah dokumen yang diterbitkan oleh PP-SPM untuk

mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka

pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara

Pengeluaran.

18. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D

adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN

untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan

SPM.

19. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk

menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan

mempertanggungj awabkan uang untuk keperluan Belanja Negara

dalam pelaksanaan APBN pada Satker Kementerian Agama.

20. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan

uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara atau pejabat yang ditunjuk untuk

menampung seluruh penerimaan negara dan atau membayar

seluruh pengeluaran negara pada Bank/Sentral Giro yang ditunjuk.

21. Rekening penyaluran dana bantuan adalah Rekening Lainnya dalam

bentuk giro pemerintah yang dibuka oleh Satuan Kerja lingkup

Kementerian Negara/Lembaga untuk menyalurkan dana bantuan

kepada penerima bantuan melalui bank penyalur.

22. Bank penyalur adalah bank sebagai mitra kerja tempat dibukanya

rekening atas nama pemberi bantuan untuk menampung dana

belanja bantuan yang akan disalurkan kepada penerima bantuan.

23. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan di

bidang agama.

24. Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana pada Kementerian yang

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan di bidang pendidikan Islam.

25. Direktorat adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang

mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi, dan

pengawasan pendidikan diniyah dan pondok pesantren.

26. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya

disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal pada Kementerian

Agama di tingkat Provinsi.

27. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya

disebut Kantor Kementerian Agama adalah instansi vertikal pada

Kementerian Agama di tingkat Kabupaten/Kota.

28. Aparat pengawas fungsional atau disebut juga aparat pengawas

intern pemerintah adalah instansi pemerintah yang mempunyai

tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan.


BAB II

PELAKSANAAN

A.

Tujuan Penggunaan

Tujuan penggunaan Bantuan adalah untuk operasional kegiatan

dalam rangka:

1.

mendukung proses transformasi pemahaman moderasi beragama

kepada para ustadz pada satuan Pendidikan Pesantren jalur formal

dan non formal; dan

2.

memperkuat wasathiyah al-Islam di lingkungan Pesantren,

khususnya ustadz pada satuan Pendidikan Pesantren jalur formal

dan non formal.

B.

Pemberi Bantuan

Pemberi Bantuan adalah Direktorat Jenderal

C.

Persyaratan Penerima Bantuan

1.

Penerima Bantuan adalah lembaga atau organisasi yang memenuhi

persyaratan umum dan persyararat khusus.

2.

Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada nomor 1 yaitu:

a)

berbadan hukum;

b)

memiliki AD/ART dan kepengurusan organisasi;

c)

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama lembaga;

dan

d)

memiliki rekening bank yang aktif atas nama lembaga atau

organisasi yang bersangkutan.

3.

Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada nomor 1 yaitu:

a)

memiliki pengalaman

dan komitmen dalam pembinaan

Pesantren yang dibuktikan dengan profil lembaga;

b)

memiliki kapasitas atau sumber daya manusia untuk

mengelola Bantuan sesuai peruntukan;

c)

aktif menyelenggarakan seminar moderasi beragama

khususnya yang terkait dengan wasathiyah al-Islam, dan

memiliki agenda atau rencana kegiatan untuk penguatan

moderasi beragama yang dibuktikan dengan timeline program

dan kegiatan pembinaan.; dan

d)

dapat melibatkan unsur Pendidikan Muadalah, Pendidikan

Diniyah Formal, dan Ma’had aly atau lembaga lain sebagai

mitra untuk penguatan moderasi beragama baik sebagai

peserta maupun narasumber pendukung.

D.

Bentuk dan Rincian Bantuan

1.

Bentuk

Bantuan adalah Bantuan Pemerintah berupa bantuan operasional

untuk pelaksanaan kegiatan yang disalurkan dalam bentuk uang.

2.

Rincian Bantuan

Bantuan dialokasikan dalam DIPA Direktorat Jenderal Pendidikan

Islam Tahun Anggaran 2021, dengan alokasi setiap penerima

bantuan sebesar Rp.170.000.000,00 (seratus tujuh puluh juta

rupiah).

E.

Prosedur Penyaluran Bantuan

1.

Pengelolaan

a)

Pengelolaan layanan dan penyaluran dana Bantuan

dilaksanakan oleh unit kerja setingkat eselon III yang memiliki

tugas dan fungsi atau memiliki tugas koordinasi di bidang

Pendidikan Muadalah, Pendidikan Diniyah Formal, dan Ma’had

Aly pada Direktorat.

b)

Pengelolaan pemanfaataan dan pertanggungjawaban dana

Bantuan dilaksanakan oleh lembaga penerima bantuan secara

swakelola.

2.

Pengajuan Bantuan

a)

Informasi mengenai Bantuan disampaikan kepada calon

penerima Bantuan yaitu lembaga atau organisasi yang

dipandang dapat memenuhi persyaratan penerima Bantuan

secara langsung dan/atau melalui saluran komunikasi dan

informasi resmi Kementerian Agama.

b)

Lembaga calon penerima bantuan

menyiapkan

usulan/proposal Bantuan yang terdiri dari Surat Pengajuan

yang dilengkapi dengan Rencana Penggunaan dan Persyaratan

Administratif dalam bentuk cetak dan menyiapkan salinan

digital usulan/proposal (file) dalam format *.pdf.

c)

Rencana Penggunaan sebagaimana dimaksud pada huruf b)

berupa kerangka acuan kegiatan, rencana peserta dan

narasumber pendukung, serta rencana anggaran biaya untuk

pelaksanaan kegiatan sebagaimana Tujuan Penggunaan

Bantuan Pemerintah dalam Petunjuk Teknis ini.

d)

Persyaratan Administratif sebagaimana dimaksud pada huruf

b) meliputi:

(1)

bukti berbadan hukum;

(2)

AD/ART dan keputusan kepengurusan organisasi;

(3)

bukti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nama lembaga

calon penerima bantuan yang bersangkutan;

(4)

salinan Buku Rekening Bank aktif atas nama lembaga

calon penerima bantuan yang bersangkutan yang secara

jelas menerangkan informasi nama rekening, nama bank

dan cabang, serta nomor rekening; dan(5)

profil lembaga yang sekurangnya dapat menunjukkan

pengalaman dan komitmen dalam pembinaan Pesantren,

kapasitas atau sumber daya manusia untuk mengelola

Bantuan sesuai peruntukan, serta agenda atau rencana

kegiatan untuk penguatan moderasi beragama berupa

timeline program dan kegiatan pembinaan.

e)

Lembaga calon penerima bantuan

menyampaikan

usulan/proposal Bantuan dalam bentuk cetak dan digital

secara langsung kepada Direktorat melalui pengelola layanan

dan penyaluran Bantuan pada Direktorat sebagaimana di

maksud pada nomor 1 huruf a).

3.

Seleksi Penerima Bantuan

a)

PPK menyusun daftar nominasi calon penerima bantuan

berdasarkan usulan/proposal yang masuk, untuk kemudian

dilakukan seleksi.

b)

PPK melakukan seleksi calon penerima bantuan berdasarkan

persyaratan penerima bantuan di dalam Petunjuk Teknis ini

dengan melakukan verifikasi untuk menilai kelengkapan

persyaratan administratif.

c)

Dalam hal diperlukan verifikasi terhadap kelayakan sasaran

Bantuan, PPK dapat melakukan validasi melalui koordinasi

dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Kantor

Wilayah Kementerian Agama Provinsi,

organisasi/forum/asosiasi yang menaungi

Pesantren,

dan/atau aparat pengawasan fungsional untuk mendapat

kebenaran data pengajuan dan kelayakan sebagai penerima

bantuan pemerintah.

d)

Dalam hal diperlukan, PPK dapat membentuk Tim Verifikasi

yang terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan

Direktorat dan/atau tenaga lainnya untuk melakukan

verifikasi terhadap usulan/proposal Bantuan Pemerintah.

e)

Apabila jumlah pengajuan melebihi alokasi jumlah penerima

bantuan, seleksi dilakukan dengan mendahulukan pengajuan

yang disampaikan lebih awal dan/atau dengan meminta

masukan dari PA dan/atau KPA.

4.

Penetapan dan Pengesahan Penerima Bantuan

a)

Berdasarkan hasil seleksi, PPK menetapkan Keputusan

penerima Bantuan Pemerintah yang disahkan oleh KPA,

sebagai dasar pemberian Bantuan Pemerintah, sekurangnya

memuat tujuan penggunaan, bentuk bantuan, identitas

penerima bantuan, jumlah nominal uang, dan nomor rekening

penyaluran dana bantuan.

b)

Penetapan Keputusan penerima Bantuan Pemerintah dapat

dilakukan secara sekaligus untuk seluruh penerima bantuan

atau secara bertahap.

5.

Pemberitahuan Penerima Bantuan

a)

PPK memberitahukan kepada penerima bantuan mengenai

penetapan dan pengesahan sebagai penerima Bantuan.

b)

Penetapan dan pengesahan sebagai penerima Bantuan

disampaikan melalui

pemberitahuan langsung kepada

penerima bantuan.

6.

Penyampaian dan Pengujian Kelengkapan Administrasi Pencairan

Bantuan

a)

Penerima Bantuan menyampaikan kelengkapan administasi

pencairan Bantuan yang telah diisi lengkap.

b)

Kelengkapan administasi pencairan Bantuan yang meliputi:

(1) Surat Permohonan Pencairan Dana;

(2) Perjanjian antara PPK dan penerima bantuan;

(3) Kuitansi Bukti Penerimaan Uang; dan

(4) Surat Pernyataan Penerima Bantuan.

c)

PPK melakukan pengujian terhadap kelengkapan administrasi

pencairan bantuan pemerintah yang diajukan penerima

bantuan, untuk kemudian menandatangani Perjanjian/

Kontrak dan mengesahkan Kuitansi Bukti Penerimaan Uang

serta menerbitkan SPP atas hasil pengujian terhadap

kelengkapan administrasi pencairan bantuan pemerintah yang

dinyatakan lengkap dan sesuai.

d)

SPP disampaikan kepada PP-SPM dengan dilampirkan:

(1) Perjanjian yang telah ditandatangani oleh penerima

bantuan dan PPK; dan

(2) Kuitansi Bukti Penerimaan Uang

yang telah

ditandatangani oleh penerima bantuan dan disahkan oleh

PPK.

e)

Dalam hal kelengkapan administrasi pencairan bantuan

pemerintah dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sesuai,

PPK menyampaikan kepada penerima bantuan untuk

melengkapi dan/atau memperbaiki kelengkapan administrasi

pencairan bantuan pemerintah.

f)

Apabila

penerima

bantuan tidak dapat melengkapi

kelengkapan administasi pencairan Bantuan, PPK dapat

membatalkan penetapan penerima bantuan dan mengganti

dengan penerima bantuan lainnya berdasarkan hasil seleksi

dengan Keputusan yang disahkan oleh KPA.

F.

Tata Kelola Pencairan Bantuan

1.

Penyaluran dana Bantuan dilakukan melalui pembayaran langsung

(LS) dari Rekening Kas Umum Negara ke rekening penerima

Bantuan.

2.

Penyaluran dana Bantuan dilakukan secara sekaligus

3.

Tata cara penyaluran bantuan pemerintah yang mencakup

penerbitan SPP, SPM-LS, dan SP2D berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara

pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara dan ketentuan lain yang berlaku di lingkungan

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

G.

Penggunaan Bantuan

1.

Setelah dana Bantuan diterima harus langsung dimanfaatkan

untuk penggunaan sebagaimana ketentuan Tujuan Penggunaan

Bantuan Pemerintah dalam Petunjuk Teknis ini, meliputi:

a)

honorarium bagi panitia, moderator, dan narasumber, serta

uang saku peserta kegiatan Penguatan Pemahaman Moderasi

Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren;

b)

belanja barang habis pakai, biaya komunikasi, dan bahan

penunjang kegiatan Penguatan Pemahaman Moderasi

Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren;

c)

akomodasi dan konsumsi kegiatan Penguatan Pemahaman

Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren;

d)

tranport kegiatan Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama

Ustadz Pendidikan Pesantren; dan

e)

biaya dokumentasi dan penyusunan laporan

kegiatan

Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan

Pesantren.

2.

Pelaksanaan kegiatan Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama

Ustadz Pendidikan Pesantren dapat dilakukan secara luring atau

kombinasi antara daring dan luring (hybrid).

3.

Dana Bantuan dapat dipergunakan sebagai pembiayaan yang belum

dilaksanakan dan/atau telah dilaksanakan namun belum

sepenuhnya terbiayai dalam rencana penggunaan sepanjang masih

dalam tahun anggaran 2021.

4.

Bunga Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening yang berasal

dari Bantuan menjadi milik penerima bantuan.

5.

Penerima bantuan menatausahakan setiap pemanfaataan dana

yang berasal dari Bantuan, serta menyimpan bukti pemanfaataan

dana dimaksud untuk kelengkapan administrasi dan keperluan

pemeriksaan aparat pengawas fungsional.

6.

Apabila terdapat pengeluaran yang tidak dapat diperoleh

bukti/kuitansi yang sah, maka bukti pengeluaran dapat berupa

kuitansi biasa bermaterai cukup sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang disertai dengan pernyataan kesediaan

untuk sewaktu-waktu diperiksa untuk keperluan

pemeriksaan/audit keuangan terkait dengan pengeluaran tersebut.

7.

Dalam hal sampai dengan akhir tahun anggaran 2021 masih

terdapat sisa dana yang dipergunakan, penerima Bantuan

Pemerintah wajib mengembalikan secepatnya ke Kas Negara.

H.

Ketentuan Perpajakan

Kewajiban pembayaran pajak atas penggunaan dana Bantuan

menjadi tanggung jawab penerima Bantuan dan penerima manfaat dari

dana Bantuan sesuai ketentuan perundang-undangan.

I.

Pertanggungjawaban dan Pelaporan Bantuan

1.

Pertanggungjawaban Bantuan

dilaksanakan dengan tertib

administrasi, transparan, dan akuntabel.

2.

Pertanggungjawaban

Bantuan

terdiri dari Laporan

Pertanggungjawaban Penerima Bantuan dan Laporan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran.

3.

Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan disusun Penerima

Bantuan dan disampaikan kepada PPK secepatnya setelah

pekerjaan selesai atau pada akhir Tahun Anggaran 2021 dalam

bentuk cetak dan salinan digital, yang terdiri dari:

a)

lembar Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan;

b)

laporan akademik dan keuangan pelaksanaan kegiatan

Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan

Pesantren; dan

c)

dokumentasi foto dan/atau video pelaksanaan kegiatan

Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama Ustadz Pendidikan

Pesantren.

4.

Laporan pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemerintah

merupakan dokumen yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan

menurut hukum.

5.

PPK dan Penerima bantuan pemerintah menyimpan sekurangnya

masing-masing 1 (satu) rangkap salinan Laporan

pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemerintah dalam bentuk

cetak dan digital, sebagai dokumen untuk kelengkapan administrasi

dan keperluan pemeriksaan aparat pengawas fungsional.

6.

Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran adalah bentuk

pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang berasal dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta disusun dan

dilaporkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

J.

Larangan dan Sanksi

1.

Larangan

Pemanfaatan Bantuan tidak dibenarkan untuk:

a)

digunakan dalam segala aktivitas yang bertentangan dengan

hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b)

digunakan untuk rehabilitasi gedung/ruangan dan/atau

membangun gedung/ruangan baru;

c)

pembelian dan/atau sewa komputer/laptop dan/atau

perangkat komunikasi;

d)

pembelian dan/atau sewa kendaraan bermotor;

e)

membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana

pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh;

f)

membiayai kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya

dengan operasional kegiatan Penguatan Pemahaman Moderasi

Beragama Ustadz Pendidikan Pesantren; dan/atau

g)

digunakan dalam kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana

penggunaan yang termuat dalam usulan/proposal tanpa

sepengetahuan dan persetujuan PPK.

2.

Sanksi

a)

Segala bentuk pelanggaran atas pengelolaan Bantuan yang

tidak sesuai dengan ketentuan akan diberikan sanksi menurut

peraturan perundang-undangan.

b)

Apabila di kemudian hari, atas penggunaan dana Bantuan

mengakibatkan kerugian Negara maka penerima bantuan

pemerintah bersedia dituntut penggantian kerugian negara

dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

c)

Apabila dana Bantuan dipergunakan tidak sesuai dengan

rencana penggunaan yang termuat dalam usulan/proposal

tanpa sepengetahuan dan persetujuan PPK, dana tersebut

dianggap sebagai sisa dana bantuan dan wajib untuk

disetorkan ke Kas Negara.

d)

PA, KPA, dan PPK dibebaskan atas segala kemungkinan

tuntutan hukum dari penggunaan dana Bantuan oleh

penerima bantuan pemerintah atas segala akibat yang

ditimbulkannya.