KHUTBAH JUM'AT TERBARU TAHUN 2020 | Antara Sunnah, Bid'ah dan Taklid
Antara Sunnah,
Bidah dan Taklid
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا
اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ
كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ikhwan fillah rahimakumullah. Wahafizakumullah
Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan
As-Sunnah agar kita dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam
memahami dien Islam ini. Telah kita sepakati bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian
berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu:
Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist Riwayat Malik secara
mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal. 999).
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa
ahkamuhu, Imam Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits
Ibnu Abbas dan sanadnya hasan, juga hadist ini mempunyai syahid dari hadits
jabir telah saya takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat
dan agar umat Islam ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena
sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah
generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.
Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang
selamat, golongan Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat
pertolongan) dari Allah.
Ikhwan fillah rahimakumullah
Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu
anjuran untuk mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta
memalingkan jiwa dari selain keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak
kepada pelecehan pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para
ulama atau mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian
yang dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan
pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan pendapat
seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga
pemikirannya, siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita
membawakan suatu hadits, maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah
keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah
shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut
walaupun orang disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga
benar.
Para Imam
ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para
pengikutnya mengikuti pendapat mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara
ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil pendapat
kami sebelum dia mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab
Allah ta’ala dan sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah
pendapatku.”
Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya
berkata.”
Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah
Hujarat ayat 1:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului
Allah dan RasulNya.”
Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari
langit. Aku mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam
bersabda, tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”
Firman Allah dalam surat 7 ayat 3:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (dari padaNya).”
Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid
buta adalah banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang
membawa terjadinya bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan
sumber-sumbernya
Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’
dan Qiyas. Setiap kali zaman berjalan dan manusia bertambah
jauh dari ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan.
Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan
ulama. Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan
mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya dan
tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam
masalah hukum
Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan
menyeret/membawa dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya,
dalil-dalil tersebut dihukumi dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan
terhadap syari’at dan tujuannya.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan
Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).
3. Fanatik buta terhadap
pemikiran-pemikiran orang tertentu
Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan
antara seorang muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang
fanatik buta pada zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut
sebagian madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun
(penyembah-penyembah kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti
Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang
menyelisihi pendapat mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab,
syaikh-syaikh, kiyai-kiyai, bapak-bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu
dari sekian banyak pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama Islam ini.
4. Ghuluw
(berlebih-lebihan)
Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun
khawarij, mereka ghuluw berlebihan dalam memahami ayat-ayat
peringatan dan ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan),
janji pengampunan dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya
...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum
kuffar
Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah
sebab yang paling menonjol terjatuhnya seorang kedalam bid’ah. Hal ini pulalah
yang terjadi di zaman kita sekarang ini. Karena mayoritas dari kalangan kaum
Muslimin taqlid kepada kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik.
Seperti perayaan-perayaan ulang tahun (maulid) dan mengadakan hari-hari atau
minggu-minggu khusus dan perayaan serta peringatan bersejarah (menurut anggapan
mereka) seperti: peringatan Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang
lainnya adalah meyerupai peringatan-peringatan kaum kuffar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”.
(Abu Dawud).
6.
Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah.
Kaum Murji’ah memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya,
mereka berkata: “Kita tidak menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya
kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada
pendapat bahwa maksiat tidak me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak
berfaedah ketaatan yang disertai kekufuran. Al-Baghdadi berkata: “Mereka
dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal dari keimanan.”
Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan
yang mereka lakukan sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang
benar-benar sunnah mereka jauhi. Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya
dari kami (Rasulullah), maka dia itu tertolak.” (Hadist riwayat
Muslim).
Ihwan fillah rahimakumullah
Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita
pelajari hakekat kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan
taqlid mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita perhatikan
perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid.
Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia
tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza
wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu
mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika
dia bersandar pada dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid.
Demikian pula mubtadi’, diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak
berpegang dengan dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi
dinamakan dengan mubtadi’ karena asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu
hal yang baru tanpa dalil atau nash.
Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya
yang menyimpangkan seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut
akan menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
merupakan sumber kebenaran.
Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il
yang meminta Musa Alaihissalam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah dari
berhala, karena taqlid kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami
seberangkan Bani Israil keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada
satu kaum yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa,
buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
ilah (berhala)!. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak
mengetahui (sifat-sifat Ilah)! “sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.”
(Al- A’raf: 138-139).
Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka
mengetahui bahwa arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan
mudlarat, tetapi mereka tetap membikin patung anak sapi dan menyembahnya.
Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat
ini sangat jelas menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat
dengan kebid’ahan bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang
merupakan sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian
besar ummat Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara
kita untuk keluar dari bid’ah ini
Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam dalam banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus
Shahih, , karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada
Allah dan RasulNya, paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan
paling luas pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara
ini seorang muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran
yang mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada
kita semua dan kepada saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di
dalam kebid’ahan. Mudah-mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan
kekuatan iman dan takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan
menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at
Muhammadiyah (syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ),
sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}. ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا
مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.