Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MATERI MAKALAH MANAGEMEN KONFLIK KEAGAMAAN BERBASIS KOMUNITAS

 

 

MANAGEMEN KONFLIK KEAGAMAAN BERBASIS KOMUNITAS

DI LOMBOK TIMUR

 

 

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan negara plural dari segala asfek mulai dari budaya, bahasa maupun agama.   Pluralitas keagamaan dapat dilihat dari adanya 6 agama yang diakui secara formal oleh bangsa Indonesia. Bahkan di dalam agama tertentu pun bantak aliran-aliran yang bermunculan dengan pola peribadatan yang berbeda sehingga dianggap sangat rentan dengan konflik di tengah masyarakat.

Pluralitas keagamaan tidak saja nampak dalam konteks berbangsa secara nasional, namun juga dalam konteks kedaerahan, khususnya di Lombok Timur, masyarakatnyapun juga mengalami pluralitas dari segala asfek. Sebagaimana data yang dikutip dari BPS Lombok Timur, bahwa Lombok timur memiliki jumlah penduduk sebesar 1.171.928  jiwa yang tersebar di 20 Kecamatan. Jumlah tersebut terdiri dari agama yang berbeda dengan rincian islam: 1.170.829 ( 99,91 % ), kristen: 175 ( 0,015%  ), khatolik: 47 ( 0,004%  ), hindu: 875  (0,08%) dan budha : 2.

Kondisi ini menunjukkan adanya pluralitas dalam konteks beragama walaupun penduduknya mayoritas beragama Islam. Kondisi ini secara orang secara tidak langsung   menunjukkan kehidupan yang bernuansa islami, sehingga hampir dianggap tidak ada konflik antar agama, namun yang sering muncul adalah konflik keagamaan intern ummat  beragama hanya karena perbedaan organisasi keagamaan maupun pola fikir.

Lombok sebagai daerah yang mayoritas beragama Islam hampir dianggap tidak pernah mengalami konflik antar agama, namun yang acapkali kali muncul dipermukaan adaah konflik intern ummat beragama terkait dengan pendirian sarana ibadah seperti masjid dan mushalla. Masyarakat seolah-olah tidak mau menerima pemahaman yang dianggap berbeda dari yang mereka pahami sehingga rentan menimbulkan gesekan dari masyarakat. Hal ini banyak terjadi di berbagai daerah seperti Pringgasela, Suela, Sakra dan berapa tempat lain yang tidak diekspos oleh media. Hal ini menunjukkan masyarakat yang belum dapat menerima perbedaan dalam bidang kegamaan. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan pihak-pihak terkait termasuk Kementerian Agama dalam mengelola konflik keagamaan. Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran tentang managemen konflik keagamaan berbasis komunitas di lombok timur.

ISTILAH MANAGEMEN KONFLIK KEAGAMAAN BERBASIS KOMUNITAS

Sebagaimana pendapat para ahli bahwa secara umum pengertian Manajemen adalah suatu seni dalam ilmu dan proses pengorganisasian seperti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengendalian atau pengawasan. Dalam pengertian manajemen sebagai seni karna seni berfungsi dalam mengujudkan tujuan yang nyata dengan hasil atau manfaat sedangkan manajemen sebagai ilmu yang berfungsi menerangkan fenomena-fenomena, kejadian sehingga memberikan penjelasan yang sebenarnya

Konflik secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses interaksi sosial dimana terdapat dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih yang memiliki perbedaan dalam pendapat maupun tujuan mereka dan menimbulkan pertentangan. Perbedaan yang dimaksud disini bisa berupa ciri-ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat-istiadat, keyakinan dan lain sebagainya yang kemudian dibawa dalam suatu interaksi sosial. Abdul Jamil Wahab dalam Diskusinya menyatakan bahwa  Konflik bersifat Dinamis, karena itu, ke depan yang dilakukan adalah memperhatikan kerangka dinamis pencegahan dan resolusi konflik dengan mencermati tahapan-tahapan eskalasi, de-eskalasi, faktor konflik (provokator dan kelompok rentan), Pemangku kepentingan (Pemda, Polisi) dan Political will Pemerintah

Konflik menurut Myers (1993:234) dapat dipahami berdasarkan dua sudut pandang yaitu tradisional dan kontemporer. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar yang pada akhirnya justru akan menimbulkan konfik yang lebi besar. 

Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi. 

Komunitas adalah kelompok sosial yang berasal dari beberapa organisme yang saling berinteraksi di dalam daerah tertentu dan saling bebagi lingkungan. Biasanya mempunyai ketertarikan dan habitat yang sama. Atau definisi Komunitas yang lainya adalah sebuah kelompok yang menunjukkan adanya kesamaan kriteria sosial sebagai ciri khas keanggotaannya, misalnya seperti: kesamaan profesi, kesamaan tempat tinggal, kesamaan kegemaran dan lain sebagainya. Seperti contohnya: kelompok petani, karyawan pabrik, kelompok warga, kelompok suporter sepak bola dan lain sebagainya. Tujuan dibentuknya komunitas yaitu untuk dapat saling membantu satu sama lain dalam menghasilkan sesuatu, sesuatu tersebut adalah tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.

TEORI KONFLIK DAN SUMBERNYA

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa konflik merupakan fenomena sosial yang menunjukkan pertentangan antar kelompok sehingga kerapkali menimbulkan kondisi masyarakat yang tidak kondusif. Oleh karena itu banyak para pemerhati sosial maupun pakar sosial mencurahkan perhatiannya untuk menganalisa konflik yang terjadi di tengah masyarakat, baik konflik sosial keagamaan, politik maupun konflik lainnya.

Para sosiolog mencoba menganalisa resolusi konflik dengan meneliti sumber konflik itu sendiri, sehingga didapatkan beberapa sumber konflik seperti yang dikemukakan oleh Wijono. Ada empat teori tentang sumber konflik, diantaranya:

1.    Akar dari semua konflik adalah kesenjangan akses individu dan kelompok masyarakat dalam mendapatkan sarana pemenuhan kebutuhan dasar hidup mereka (teori kebutuhan dasar manusia);

2.    Konflik merupakan akibat dari interaksi antarindividu atau antarkelompok yang masing-masing memiliki orientasi, nilai dan kepentingan yang berbeda. Konflik sudah merupakan sesuatu yang melekat (bersifat inherent maupun continget) pada setiap hubungan antarmanusia (teori relasional);

3.    Konflik bersumber dari naluri untuk memperoleh kekuasaan, dan untuk memperoleh kekuasaan itu mereka yang dipersepsi sebagai pesaing atau penghambat menuju kekuasaan perlu disingkirkan (teori politik);

4.    Konflik disebabkan oleh ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang bersifat struktural dan sistemik. Di sana ada tuntutan untuk membongkar struktur yang tidak adil dan sistem sosial yang melanggengkan ketidaksetaraan (teori transformatif).

Adapun ciri-ciri konflik sebagaimana yang dikemukakan oleh Wijono( 1993 : 37)  adalah sebagai berikut:

1.        Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

2.        Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.

3.        Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan,

4.        Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.

5.        Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

CARA MENGENDALIKAN KONFLIK KEAGAMAAN

Konflik keagamaan yang terjadi di tengah masyarakat harus menjadi perhatian semua pihak termasuk Kementerian Agama selaku lembaga pemerintah yang menangani bagian keagamaan. Munculnya kasus konflik keagamaan sebagai bagian dari persoalan ummat secara umum harus dikelola dengan arif dan bijaksana agar penyelesaiannya tidak menimbulkan ketimpangan bagi salah satu pihak, namun harus menjadi solusi yang memberika manfaat bagi kedua belah pihak yang berkonflik bahkan bagi selurh  lapisan masyarakat.

Banyak teori managemen konflik dari para pakar yang semuanya bermuara pada penyelesaian konflik tanpa menimbulkan persoalan baru yang dalam istilah pegadaiannya adalah “Menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Ada beberapa hal yang dapat dilaksanakan dalam mengendalikan konflik di tengah masyarakat, termasuk masalah konflik keagamaan., diantaranya: Pertama, melalui dialog hidup, setiap komunitas yang terlibat dalam dialog ini, mereka berusaha membuka hidup setiap komunitas keagamaan untuk melihat realitas lain dalam pengalaman yang berbeda sebagai sesama manusia. Dengan meletakan kesamaan pada realitas sebagai sesama manusia, maka posisi orang dan kelompok yang berbed menjadi sejajar. Sementara yang dimaksud dengan dialog aksi, adalah segala ikhtiar untuk bekerja sama mengatasi pembatasanpembatasan yang menghalangi kita untuk hidup secara bebas dan manusiawi.  Forum dialog dilakukan selama ini bertujuan agar dapat menyentuh dua hal pokok yaitu: menghidupkan suatu kesadaran baru tentang cara beragama dengan melihat cara beragama orang lain. Seringkali dalam cara masyarakat beragama tidak mau membuka mata terhadap keyakinan orang lain dan melakukan klaim buta

Kedua, yang dilakukan berada pada ranah kebudayaan yaitu kearifan lokal. Di samping agama, ranah kebudayaan dapat menjadi alternatif saat channel teologis tersumbat. Pada banyak kasus dialog tidak terjadi karena sudah sejak awal dibawa pada wilayah teologis. Sebaiknya, pengelolaan terhadap perbedaan agama dapat diantisipasi pada tahap pra-konflik sebagai upaya

Ketiga, memanfaatkan media sebagai wahana dalam mengelola hubungan antar kelompok Sisi strategis media massa adalah dalam rangka penyebaran gagasan perdamaian, toleransi dan juga memeperkenalkan komunitas

Keempat, Disamping itu juga dalam resolusi konflik, resolusi konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah.  Debat pada dasarnya adalah salah satu cara berkompetisi dengan pihak atau kelompok lain. dalam al-qur’an, debat sering merujuk pada upaya kompetisi yang dilakukan kaum muslim dengan kaum non muslim. debat sering digunakan oleh nabi Allah untuk menanggapi segala tuduhan terhadap agama islam sekaligus meyakinkan pihak lain tentang kebenaran agama islam. Selain debat dan musyawarah, kerukunan juga menjadi cara yang tepat

Mira warren isenhart dan michael spangle dalam “colllaborative approaches to resolving conflict” menyebutkan bahwa terdapat 6 pendekatan kolaboratif mengantisipasi, mengelola, dan mengatasi konflik, yakni negosiasi, mediasi, fasilitasi, arbitrasi yang tidak mengikat, arbitrasi yang mengikat, dan proses hukum. Keenam pendekatan ini memiliki tiga konsekuensi, yakni pertama, nilai kekuatan yang mempengaruhi hasil penyelesaian konflik. Kedua, biaya. Ketiga, kemampuan untuk memelihara hubungan yang sudah terjalin

PANDANGAN ISLAM TENTANG RESOLUSI KONFLIK

Dalam agama islam pemaknaan konflik bisa dalam bentuk yang lebih ramah dan damai. Dalam islam konflik tidak harus difahami sebagai gejala yang destruktif, dan kontra-produktif, namun bisa menjadi gejala yang konstruktif bahkan produktif. Konflik merupakan bagian dari tabiat manusia yang telah dibawa oleh manusia dari sejak dia dilahirkan. 

Keberadaan konflik sebagai unsur pembawaan sangat penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada konflik. Manusia yang memiliki tuntutan serta keinginan yang beraneka ragam dan manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut. Namun untuk bisa mendapatkannya, mereka akan berkompetisi untuk mendapatkan keinginan tersebut. Dari sini maka dengan adanya konflik akan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir lebih maju untuk mendapatkan keinginannya tersebut sehingga akan bermanfaat bagi kehidupannya. 

Oleh karena itu, Allah membekali nilai-nilai moral pada setiap makhluk dalam kepentingan-kepentingannya sendiri. Selagi konflik masih dibutuhkan oleh manusia, maka mereka pun dibekali oleh Allah dengan kemampuan untuk berkonflik, baik dalam fisik, roh maupun akalnya, dan sekaligus kemampuan untuk mencari solusinya. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah yang artinya: “seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini.”. 

Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah hikmah dibalik terjadinya konflik. Dalam islam, konflik bukanlah sebagai tujuan namun lebih sebagai sarana untuk memadukan antara berbagai hal yang saling bertentangan untuk membebaskan kehidupan manusia dari kepentingan individual dan dari kejelekan-kejelekan, sehingga tidak membiarkan perbedaan-perbedaan itu menjadi penyebab adanya permusuhan. Karena sesungguhnya manusia berasal dari asal yang sama. Seperti dijelaskan pada (QS An Nisaa' ayat 1) yang berbunyi: 

 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. 

Suran an-nisaa’ diatas merupakan penetapan nilai persaudaraan yang dimaksudkan sebagai pedoman hubungan antar kelompok manusia yang disebut al qur’an diatas. Nilai ini harus menjadi landasan masalah multikulturisme, multiagama, multibahasa, multibangsa dan pluralisme secara umum, karena al-qur’an menganggap perbedaan ras, suku, budaya dan agama sebagai masalah alami (ketentuan tuhan). Justru itu, perbedaan tadi tidak boleh dijadikan ukuran kemuliaan dan harga diri, tapi ukuran manusia terbaik adalah ketaqwaan dan kesalehan sosial yang dilakukannya. Ini yang dimaksud firman tuhan dalam al-hujurat ayat 13 sbb: 

 hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. 

Persamaan adalah prinsip mutlak dalam islam dalam membina hubungan sesama manusia tanpa melihat perbedaan seperti ditegaskan rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan anas bin malik: “(asal usul) manusia adalah sama, tidak obahnya seperti gigi. Kelebihan seseorang hanya terletak pada ketaqwaannya kepada Allah swt”. 

Di dalam agama islam juga dijelaskan tentang tata cara mengelola suatu konflik agar konflik tidak bersifat destruktif melainkan menjadi hal yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Agama islam mengajarkan bagaimana mengelola atau menyelesaikan perbedaan atau pertentangan dengan cara-cara damai. 

Meskipun agama islam merupakan agama yang notabene menganut ajaran kebenaran mutlak, namun agama islam tidak pernah mentolerir penggunaan kekerasan dalam ajarannya. Sebenarnya konsep resolusi konflik dalam islam cenderung memiliki kesamaan dengan manajemen konflik secara umum. Dalam islam resolusi konflik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya debat dan musyawarah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat an-nahl ayat 125 sebagai berikut:  “serulah (manusia) kepada jalan tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. 

UPAYA PEMERITAH MENGATASI KONFLIK KEAGAMAAN BERBASIS KOMUNITAS

Menyadari besarnya implikasi konflik keagamaan berbasis komunitas, maka pemerintah telah melakukan beberapa hal, diantaranya:

·           Mengeluarakan regulasi mengatasi konflik bernuansa sara seperti perpres no. 1/1965, uu no. 7/2012, kma no. 473/2003,  dan instruksi menteri agama no. 3 tahun 1981 tentang “pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup umat beragama di daerah sehubungan dengan telah terbentuknya wadah musyawarah antar umat beragama”

·           Andil pemerintah melalui PBM nomor 9 dan 8 tahun 2006 merupakan langkah perencanaan dalam mengelola konflik pendirian rumah ibadah secara konstuktif. Dalam pengelolaan konflik tersebut, penanganan konflik melalui pbm dilakukan secara struktural dan kultural. Secara strukural jelas terlihat pada pengorganisasian dari pihak-pihak terkait dalam penyelesaian konflik. Dan secara kultural terlihat pada upaya fasilitatif dari pihak-pihak terkait melalui musyarawah dalam penyelesaian konflik.

·           Pergub  No 29 Tahun 2008  Tentang Pembentukan FKUB

·           Menposisikan diri sebagai penengah atau mediator

·           Mengadakan dialog dengan pihak-pihak  yang konflik

·           Melakukan pembinaan keagamaan kepada pihak yang konflik  dengan melibatkan tuan guru, para penyuluh, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat

·           Mempertemukan kedua belah pihak yang konflik

·           Melaksanakan regulasi yang ada, terutama terkait dengan pendirian tempat ibadah di lombok timur yang selama ini menjadi salah satu pemicu konflik