MATERI MAKALAH PENYULUH, “STRATEGI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM DI PERKOTAAN”
“STRATEGI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM DI PERKOTAAN”
”
Disampaikan pada Pemilihan Penyuluh Teladan Tk Prov. NTB di Puri Indah Hotel tanggal 01 Agustus 2018
STRATEGI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM DI PERKOTAAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan beragama merupakan hak asasi setiap manusia. bahkan hidup beragama adalah hak asasi yang paling asasi. Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, jumlahnya diatas 87,2%[1] dari seluruh penduduk Indonesia. Namun kita semua tahu dan sadar, dari jumlahnya yang besar tersebut yang benar-benar memahami, menghayati dan mengamalkan syariat Islam mungkin tidak lebih dari separuhnya.
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2015-2019 pada bidang agama disebutkan bahwa Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuatperan dan fungsi agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan melalui: a. peningkatan kapasitas dan kualitas penyuluh agama, tokoh agama, lembaga sosial keagamaan, dan media massa dalam melakukan bimbingan keagamaan kepada masyarakat; dan b. peningkatan kegiatan pembinaan dan pemberdayaan umat beragama.[2]
Pemahaman masyarakat khususnya di daerah perkotaan terhadap nilai-nilai dan ajaran islam masih perlu ditingkatkan. Hal ini menjadi tanggung jawab serta kewajiban bersama bagi setiap muslim, ulama dan tokoh agama, serta pemerintah termasuk Penyuluh Agama Islam.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama menjadi salah satu tombak dan Penyuluh Agama Islam baik yang fungsional maupun yang Penyuluh Non PNS adalah ujung tombak yang berperan penting dalam upaya membimbing masyarakat memahami dan mengamalkan ajaran agama secara kaffah (menyeluruh).
Keberhasilan seorang Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa komponen diantaranya strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang dipakai dan dirumuskan.
Kita juga mengetahui kemajemukan masyarakat indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, tradisi, serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Terlebih lagi masyarakat Perkotaan yang terkenal dengan masyarakat heterogen yang terdiri dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Menghadapi kondisi seperti itu seorang penyuluh harus menyusun strategi yang tepat dalam pelaksanaan tugas kepenyuluh di masyarakat perkotaan demi tercapainya tujuan Penyuluh Agama Islam yaitu melakukan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama.
Untuk melaksanakan tugas Penyuluh Agama Islam, pemerintah telah mengeluarkan keputusan Presiden nomor 87 tahun 1999 tentang rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang anatara lain menetapkan bahwa Penyuluh Agama Islam adalah jabatan fungsional Pegawai Negeri yang termasuk dalam rumpun jabatan kegamaan.
Sedangkan strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam mencakup semua langkah yang tepat dalam melaksanakan tugas kepenyuluhan, menentukan sasaran, menggunakan metode yang tepat sesuai dengan keadaan dan kondisi sasaran.
Wacana perubahan telah menjadi bagian dari konteks masyarakat pada umumnya, perubahan itu sendiri mensyaratkan salah satunya ialah adanya ikon perubahan yang menjadi teladan yang baik (uswatun hasanah) dan sekaligus menjadi motor penggerak menuju situasi yang lebih baik pada setiap hal. Pada masyarakat, terutama masyarakat tradisional, kebergantungan terhadap tokoh ini terasa dominan. Pada masyarakat perkotaan atau modern perubahan lebih dominan bergantung pada kerja tersetruktur, namun adanya tokoh tetap menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan sebagai simbol gerakan perubahan itu sendiri. Salah satu perubahan pada masyarakat ialah para Tenaga Penyuluh Agama Islam .
Para Penyuluh Agama Islam kerjanya tentu berhadapan dengan berbagai macam problematika sebagaimana problematika masyarakat itu sendiri. Para Penyuluh Agama Islam menjadi agent of change masyarakat menuju kehidupan yang lebih agamis sebagaimana visi Kementerian Agama yang Mewujudkan Masyarakat Indonesia Yang Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri Dan Sejahtera Lahir Batin. Masyarakat yang dimana menempatkan nilai-nilai agama sebagai dasar perubahan menuju masyarakat yang lebih yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Tantangan yang dihadapi Penyuluh Agama Islam adalah dari aspek sosial ekonomi masyarakat yang beragam, keberagaman budaya, keberagaman jenjang pendidikan dan pengetahuan masyarakat.
Tantangan ini baru bersifat internal kemasyarakatan. Belum lagi jika ditambah dengan tantangan-tantangan diluar kemasyarakat yang muncul dari kepentingan-kepentingan golongan tertentu yang mengancam harmonisasi interaksi di dalamnya. Menghadapi tantangan yang demikian banyak tidak menyurutkan langkah Penyuluh Agama Islam dalam berdakwah ke masyarakat, melainkan memicu untuk terus mampu mencari setrategi yang tepat agar mampu menyampaikan dakwah sesuai dengan visi Kementerian Agama yaitu “Terwujudnya Masyarakat Indonesia Yang Taat Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri Dan Sejahtera Lahir Batin.”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan strategi bimbingan dan penyuluhan Agama Islam di Perkotaan?
2. Mengapa strategi diperlukan dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama Islam di Perkotaan?
3. Strategi apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama Islam di Perkotaan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mendiskripsikan penerapan setrategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam di perkotaan secara tepat dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
D. Manfaat Penulisan
Sementara itu manfaat penulisan ini, di samping untuk memenuhi tugas Diklat teknis fungsional peningkatan kompetensi Penyuluh Ahli Pertama bagi Penyuluh Agama Islam, juga dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi Penyuluh Agama Islam, khususnya dalam mengefektifkan langkah-langkah strategis dan teknis dalam menjalankan tugas bimbingan dan penyuluhan Agama Islam di masyakat perkotaan.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam di Perkotaan
Kata "strategi" menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) online dan menurut para ahli bahasa adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dl perang dan damai; ; rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.[3] Strategi merupakan langkah-langkah sistematis yang ditempuh dalam melaksanakan kegiatan, guna mendapatkan hasil maksimal yang diharapkan. Ada pula yang menerjemahkan strategi sebagai cara, teknik, taktik untuk mencapai tujuan tertentu.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Agama merumuskan pengertian strategi sebagai uraian yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mencapai objektivitas formal dan sasarannya. Sedangkan menurut Wahyu Sumidjo strategi adalah pola respon organisasi terhadap lingkungan.[4]
Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan “taktik” yang secara bahasa dapat diartikan sebagai “corcerning the movement of organisms in respons to external stimulus” (suatu yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.[5] Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. Dengan demikian, strategi Dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran Dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan Dakwah secara optimal. Dengan kata lain strategi Dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan Dakwah.[6]
DOWNLOAD FILNYA DISINI
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis[7] Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi’udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:
- Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki.
- Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya.
- Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
- Threats (ancaman),yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar.[8]
Dalam pengertian keagamaan, Dakwah memasukkan aktifitas tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan/pengamalan) dan tandhim (pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15). Kata Dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar (infinitif ) dari kata kerja da’â (دَعَا) yad’û (يَدْعُو) da’watan (دَعْوَةً), di mana kata Dakwah ini sekarang sudah umum dipakai oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga menambah perbendaharaan bahasa Indonesia.[9] Kata Dakwah (دَعْوَة) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi: “seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do’a). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi Dakwah, antara lain:
- Menurut Ya’qub, Dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya.[10]
- Menurut Anshari, Dakwah adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.[11]
Keanekaragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana; usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik (Dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat. Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan.
Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-Makkah (Pembebasan Mekah) dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya.[12] Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru Dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran Dakwah.[13] Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi Dakwah Islam sebagai berikut.
Pertama; Meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan dan kemerdekaan). dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi Dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.
Kedua; Perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru Dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka.
Ketiga; Strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma’ruf dan nahi munkar . Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma’ruf dan nahi munkar.[14] Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman :
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110)[15]
Selanjutnya, strategi Dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
- Asas filosofis, asas ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah
- Asas kemampuan dan keahlian ( Achievemen and professional ) da’i.
- Asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek d Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya.
- Asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik.
- Asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya[16]
Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain:
- Mendasarkan proses Dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat.
- Mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan.
- Memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki.
- Menjadikan Dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan
Untuk mendapatkan defenisi atau batasan tentang pengertian bimbingan penyuluhan yang dapat diterima secara umum sangatlah sulit untuk didefinisikan, karena para ahli mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi perbedaan itu hanyalah perbedaan tekanan atau perbedaan dari sudut mana ia melihatnya. Namun di bawah ini penulis mengemukakan pendapat para ahli tentang pengertian bimbingan, antara lain:
Menurut pendapat Crow dan Crow: dalam Ahmad Susanto[17] “Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki kepribadian yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, membuat pilihannya sendiri, memikul beban sendiri.”
Pendapat yang sejalan dengan pendapat di atas adalah D. Ketut Sukardi dalam Siti Aisyah[18], yaitu: “Bimbingan ialah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu memperkembangkan potensi, (bakat, minat dan kemampuan) yang dimiliki, mengenai dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka menentukan sendiri jalan hidupnya serta bertanggung jawab tanpa tergantung kepada orang lain”.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan/ pertolongan atau pelajaran yang diberikan kepada individu untuk memahami diri dan lingkungannya agar sanggup memecahkan masalahnya sendiri. Pemberian bantuan inilah merupakan hal prinsipil. Akan tetapi sekalipun bimbingan itu merupakan bantuan, namun tidak semua bantuan/ pertolongan merupakan bimbingan.
Bimbingan bertujuan membantu seseorang agar bertambah kemampuan dan tanggung jawab atas dirinya serta memberi informasi atau mengarahkan kesatu tujuan. Orang-orang yang mendapat bantuan (asistance) dilayani bukanlah bentuk dilayani dipimpin, atau diberi informasi, melainkan dengan memberi bantuan untuk mengerti, memahami dan menghayati potensi-potensi (kemampuan, bakat dan minat) sendiri, motivasi sendiri menemukan serta menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya sendiri terhadap masyarakat serta mengadakan pemulihan terhadap segala bentuk tindakan yang diambilnya.
Jadi Guidance adalah bimbingan dan pengobatan (sikap, tingkah laku) secara khusus memusatkan usaha-usahanya pada pemanfaatan secara maksimal dan potensi kemanusian dan pembangunan individu.
Penyuluhan adalah serangkaian kegiatan yang berupa pemberian informasi dan bimbingan dalam bidang agama dan pembangunan melalui bahasa agama yang mudah dipahami dan mudah dicerna oleh masyarakat.
Penyuluhan Agama Islam adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Penyuluh Agama Islam sesuai dengan peraturan yang berlaku. Adapun Penyuluh Agama adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama Islam
Penyuluhan agama Islam merupakan salah satu bentuk satuan kegiatan yang strategis, khususnya dalam menjalankan fungsi pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Kemudian, untuk menjalankan penyuluhan ini, pemerintah telah mereposisi kedudukan dan fungsi penyuluh, berdasarkan Keputusan Presiden No. 87 tahun 1999, sebagai petugas fungsional. Dalam Keppres itu disebutkan bahwa Rumpun Keagamaan adalah rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang tugasnya berkaitan dengan penelitian, peningkatan atau pengembangan konsep, teori, dan metode operasional serta pelaksanaan kegiatan teknis yang berhubungan dengan pembinaan rohani dan moral masyarakat sesuai dengan agama yang dianutnya. Keppres ini kemudian dijabarkan dalam Keputusan Bersama Meteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 574 tahun 1999 dan nomor 178 Tahun 1999 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Jadi, berdasarkan Keppres No: 87/1999 ini, Penyuluh Agama Islam secara de-jure memiliki kedudukan yang sama dengan jabatan fungsional lainnya, seperti; peneliti, dosen/guru, widyaiswara, dokter, pengawas sekolah, akuntan, pustakawan, penyuluh KB, penyuluh pertanian dan sebagainya. [19]
Untuk mengembangkan profesinya, penyuluh harus meningkatkan diri di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan ketrampilan agar mutu penyuluhan agama baik yang menyangkut proses maupun materi kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan semakin meningkat.
Islam Menurut bahasa, Islam berasal dari kata Arab aslama-yuslimu-islaman yang berarti ‘menyelamatkan’ misalnya dalam teks ‘Assalamu Alaikum’ yang berarti semoga keselamatan menyertai kalian semuanya. islam/Islaman adalah masdar/Kata benda dari kata kerja/fi’il ‘Aslama’ = telah selamat
Islam juga dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salimaselanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang muslim.[20]
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata Islam menurut bahasa mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada Allah.
Adapun pengertian Islam menurut istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya; di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan manusia.[21]
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.[22]
Dengan demikian strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam di perkotaan adalah langkah-langkah sistematis yang ditempuh dalam melaksanakan pembinaan, bimbingan dan penyampaian informasi akan nilai-nilai ajaran agama dan pembangunan kepada masyarakat luas, sehingga pemahaman masyarakat perkotaan akan nilai-nilai ajaran agama Islam semakin baik.
Inti dari strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam dalam pribadi si terbimbing sehubungan dengan pemecahan problema adalah kegiatan hidup yang dipilih melalui bimbingan sesuai dengan perkembangan sikap dan perasaan keagamaan dan situasi kehidupan psikologinya. Kenyataan menunjukan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Untuk itu maka strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam mempunyai pengertian sebagai suatu bantuan yang diberikan seseorang kepada orang lain dengan harapan orang lain dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang demikian itu, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
3. Strategi Pelaksanaan Bimbingan dan penyuluhan Agama Islam
Keberhasilan dalam sebuah kegiatan akan banyak ditentukan oleh langkah-langkah sistematis yang digunakan dalam melaksanakan tersebut. Tidak terkecuali dalam pelaksanaaan bimbingan dan penyuluhan agama Islam di perkotaan.
Untuk mendapatkan hasil maksimal dalam usaha memberikan pemahaman dan penghayatan kepada masayrakat akan nilai-nilai ajaran agama Islam, mutlak dibutuhkan strategi yang tepat guna, sebagaimana dulu pernah diterapkan oleh Rasulullah dalam perjuangan dakwah Islamiyah.
Seorang Penyuluh Agama Islam dalam pelaksanaan bimbingan Penyuluhan di perkotaan dapat menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
- Identifikasi potensi wilayah meliputi ;
- Penyusunan instrumen pengumpulan data wilayah atau kelompok sasaran.
- Menganilisis Data
- Merumuskan monografi potensi wilayah atau kelompok sasaran.
- Menyusun Rencana Kerja (rutin mingguan, bulanan dan tahunan serta insidental).
- Menyusun Term Of Reference
- Pelaksanaan Program Kerja
- Evaluasi Program Kerja
Mengingat sedemikian penting perannya, maka Penyuluh Agama Islam perlu dipacu agar mampu mengembangkan kecakapan, pengetahuan, kepribadian dan kepedulian serta menguasai berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab dan profesional. Dalam mengembangkan kecakapan, Penyuluh Agama Islam dituntut agar dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan agama Islam lebih mendidik; menguasai karakteristik jamaah dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, intelektual dan emosional; menguasai teori penyuluhan dan prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan agama Islam; mengembangkan kurikulum terkait dengan kegiatan penyuluhan melalui tatap muka; dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran dalam penyuluhan; memfasilitasi pengembangan potensi jamaah untuk dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan jamaah; menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil penyuluhan; serta memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran dan evaluasi dalam penyuluhan untuk kepentingan pengembangan penyuluhan.
Untuk mengembangkan pengetahuan, Penyuluh Agama Islam disarankan agar menguasai tujuan dan target setiap bimbingan dan penyuluhan agama Islam; menguasai materi pembelajaran penyuluhan yang diampu secara kreatif; dan menguasai pembuatan tata administrasi kepenyuluhan yang mendukung pengembangan profesi. Sedangkan dalam upaya mengembangkan kepribadian, diharapkan agar Penyuluh Agama Islam sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi jamaah; menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan rasional; menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi penyuluh dan percaya diri yang tinggi dan menjunjung tinggi kode etik profesi penyuluh.
Dalam mengembangkan kepedulian, Penyuluh Agama Islam disarankan bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif atau bersikap primordial; berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama penyuluh dan masyarakat; beradaptasi di tempat tugas; berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan teknologi informasi. Apabila strategi bimbingan dan penyuluhan agama Islam tersebut dapat dilaksanakan secara optimal, diharapkan perkembangan keberagamaan umat Islam. khususnya di perkotaan akan mengalami peningkatan, baik jasmaninya maupun rohaninya. Ditambah dengan pendekatan keagamaan secara multikultural, akan menciptakan masyarakat damai, sejuk dan berakhlak mulia.
Bimbingan dan penyuluhan agama Islam hakikatnya sama dengan berdakwah adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan. Menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang anda serukan, yakni Islam. Oleh karena itu, bimbingan dan penyuluhan agama Islam tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, tetapi mencakup seluruh aktivitas lisan atau perbuatan yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada Islam.
Dengan demikian bimbingan dan penyuluhan agama Islam dijalankan melalui aktivitas lisan (lisan al-hal) dan aktivitas perbuatan (lisan al-maqal). Komitmen seorang Penyuluh Agama Islam dalam membimbing dan penyuluhan mengharuskan dirinya untuk memberikan “contoh yang hidup” dari apa yang diserukannya melalui lisannya, sekaligus memberikan gambaran Islam sejati melalui ketertarikannya secara benar dengan Islam itu sendiri.
Allah Swt. Berfirman :
Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fushilat, 33)
Istilah bimbingan dan penyuluhan agama Islam di dalam Al-Qur’an baik dalam biasanya menggunakan kata menyeru,mengajak atau istilah yang baisa dipakai adalah kata dakwah, kata dakwah di dalam al-Quran ada yang berbentuk fi’il maupun dalam bentuk masdar berjumlah lebih dari seratus kata. Sementara itu dakwah dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan maupun kepada kejahatan yang disertai risiko pilihan dan secara istilah dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan makna dakwah dalam konteks yang berbeda Secara terminology dakwah itu dapat diartikan sebagai sisi positif dari ajakan untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Dengan begitu esensi dari bimbingan dan penyuluhan agama Islam atau dakwah itu sendiri adalah aktivitas dan upaya untuk membimbing, mengajak dan mengubah manusia , baik individu maupun kolektif , dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik.
B. Temuan dan Pembahasan
1. Problematika Penyuluhan Menghadapi Dinamika Masyarakat Perkotaan
Dakwah akan berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang dan memiliki karakternya masing-masing. Dakwah yang efektif tentu harus cerdas dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin yang dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal dakwah pada setiap zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan, disesuaikan dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, “khotibunnasi ‘ala qodri `uqulihim‘; “khotibunnas ‘ala lughotihim” dakwah harus mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan karakter masyarakat yang menjadi obyek dakwahnya. Bila cara dan muatan dakwah tidak “match” dengan situasi/kondisi dan tuntutan dakwah, sangat mungkin dakwah tersebut ditinggalkan orang. Aktivis dakwah seharusnya mengenal dan memahami karakter medan dakwahnya. Kehidupan masyarakat di masa dakwah kita adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated, baik kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan kebutuhan mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai problematika yang lain kompleks. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat kontemporer yang cenderung matrealistik dan indifidualistik. Begitu juga tantangan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai persoalan yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang.
Ada tiga problematika besar yang dihadapi dakwah pada era kontemporer ini,
1. Pemahaman masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih diartikan sebagai aktifitas yang bersifat oral communication (tabligh) sehingga aktifitas dakwah lebih beriontasi pada kegiatan-kegiatan ceramah.
2. Problematika yang berasifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang bukan hanya bersifat rutinitas, temporal dan instan, melainkan dakwah membutuhkan paradigma keilmuan. Dengan adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait dengan langkah srategis dan teknis dapat dicari runjukannya melalui teori-teori d
3. Problem yang menyangkut sumber daya manusia. Dakwah merupakan sarana vital bagi proses perkembangan dan kemajuan Islam. Secara historis, kehadiran dan peran dakwah senantiasa berinteraksi dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Dakwah Islamiyah yang telah berjalan ratusan dan bahkan ribuan tahun lamanya di permukaan bumi ini telah mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dengan tolok ukur banyaknya berdiri rumah ibadah, jumlah madrasah yang semakin bertambah, jumlah jamaah haji yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan lain-lain sebagainya. Namun demikian sering dengan terjadinya proses modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menyebabkan tolok ukur keberhasilan itu berubah.
Tolok ukur keberhasilan dakwah tersebut bukan hanya ditentukan oleh yang tersebut di atas, tetapi keberhasilan tersebut lebih ditentukan sejauh mana kualitas keberagamaan ummat manusia secara sosial dalam arti menurunnya angka kemaksiatan dalam masyarakat, terhindarnya generasi muda dari ancaman Narkoba, HIV/Aids, dan meningkatnya akhlaq dan atau moralitas masyarakat.Salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat kita saat ini dalam kaitan dengan keberhasilan dakwah adalah, pada satu sisi rumah ibadah bertambah dan berdiri megah sekalipun jamaah yang melaksanakan ibadah di dalamnya sedikit, jumlah madrasah yang semakin bertambah, jumlah jamaah haji yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan lain-lain sebagainya, tetapi pada sisi lain kemaksiatan merajalela, ancaman bagi generasi muda terhampar di semua sudut, penyakit masyarakat (Pekat) sangat marak dan akhlaq / moralitas masyarakat sangat memperihatinkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya terdapat permasalahan-permasalahan dalam seputar dakwah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah :
a. Permasalahan Petugas Dakwah (Da’i dan Lembaga Dakwah)
Permasalahan diseputar petugas dakwah ini sangat banyak antara lain adalah :
- Terjadinya penyempitan arti dan fungsi dakwah menjadi hanya sekedar menyampaikan dan menyerukan dari atas mimbar, padahal dakwah sangat luas cakupannya yaitu mengajak manusia kepada kebajikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari kemungkaran, agar mereka memperoleh kesejahteraan / kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
- Umumnya para da’i tidak profesional, bahkan banyak di antara mereka yang menjadikan dakwah sebagai kerja sampingan setelah gagal meraih yang diinginkan, akibatnya dakwah hanya dilakukan sekedar berpidato semata. Padahal Pendakwah adalah pemimpin masyarakat yang dapat memperbaiki kehidupan yang rusak.
- Banyak di antara da’i yang tidak dapat memahami dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, padahal Iptek adalah sesuatu yang bersifat netral yang dapat dipergunakan untuk kebaikan dan kejahatan.
- Longgarnya ikatan bathin antara si da’i dengan masyarakat, hubungan itu hanya sebatas ceramah, selesai ceramah dibayar dan habis perkara.
- Kegiatan lebih banyak bersifat dakwah bil lisan, sedangkan dakwah bil hal jarang dilakukan.
b. Permasalahan Materi Dakwah
Materi dakwah yang disampaikan pada umumnya adalah bersifat pengulangan atau klise sehingga menimbulkan kejenuhan bagi masyarakat. Dan jarang sekali menyinggung kemajuan Iptek dalam rangka menunjang peningkatan Imtaq.
c. Permasalahan pendekatan dan metode Dakwah
Dalam melakukan pendekatan dan metode dakwah banyak di antaranya yang kurang/tidak tepat sasaran sesuai dengan situasi dan kondisinya. Padahal Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar berbicara (memberikan dakwah) kepada manusia sesuai dengan tingkah laku atau pola pikirannya masing-masing.
d. Permasalahan Media, Sarana dan Dana Dakwah
Jarang sekali di antara da’i dan Lembaga Dakwah yang memanfaatkan media canggih sebagai sarana untuk berdakwah seperti OHP, TV, VCD, Film, Internet dan lain sebagainya, padahal sarana ini sangat ampuh dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Selain itu lembaga dakwah dan bahkan da’i sangat minim / kurang dalam hal pendanaan.
e. Permasalahan Manajemen dan Sistem Dakwah
Kelemahan utama dalam bidang manajemen adalah kurang mampunya pengelola lembaga dakwah dalam menerapkan manajemen modern dalam pengelolaan lembaga dakwah. Pada umumnya mereka menerapkan manajemen tradisional dalam pengelolaan lembaga dakwah. Selain itu manajemen lembaga dakwah banyak yang bersifat tertutup, tidak melaksanakan open manajemen sehingga program-programnya tidak diketahui oleh masyarakat.
2. Solusi dakwah menghadapi dinamika masyarakat perkotaan
Dakwah merupakan sutau masalah yang kongkrit, yang rill, tidak hanya sebagai perintah Tuhan saja. Sampai sekarang para ahli dakwah kita pada umumnya menitikberatkan perhatian terhadap dakwah sebagai perintah Allah, tapi kurang melihatnya sebagai masalah yang konkrit dan rill. Yang meminta pemecahan operasinal lebih lanjut. Dakwah artinya seruan, ajakan, panggilan, atau mendakwah berarti usaha meyeru, menyampaikan/Dakwah Islamiah, maksudnya usaha menyampaikan prinsip-prinsip ajaran Islam, pembinaan dan pengembangannya ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu dakwah akan mempunyai suatu tugas pembentukan individu, pembinaan umat, pembangunan masyarakat dan mencerdaskannya. Dakwah mengandung lingkup yang sangat luas ruang lingkupnya seluas kehidupan manusia itu sendiri. Dakwah tidak terbatas kepada tabligh tapi dapat pula berbentuk tindakan dan perbuatan nyata. Dakwah dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti dikantor, bergaul dengan tetangga, di pasar, bergaul dengan sesama. Dengan demikian opini publik tentang Islam menjadi baik, timbul rasa senang dan simpati yang pada akhirnya ingin mengelompokkan diri ke dalam kelompok muslim yang taat.
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat.
Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup, karena itu suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya untuk dapat bertahan namun disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat hidup terus. Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa. Perbedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara konsetrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat disebut dengan perkotaan. Ciri-ciri masyarakat kota:
- Pengaruh alam terhadap masyarakat kota kecil
- Mata pencahariannya sangat beragam sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya.
- Corak kehidupan sosialnya bersifat gessel schaft (patembayan), lebih individual dan kompetitif.
- Keadaan penduduk dari status sosialnya sangat heterogen
- Stratifikasi dan diferensiasi sosial sangat mencolok. Dasar stratifikasi adalah pendidikan, kekuasaan, kekayaan, prestasi, dll.
- Interaksi sosial kurang akrab dan kurang peduli terhadap lingkungannya. Dasar hubungannya adalah kepentingan.
- Keterikatan terhadap tradisi sangat kecil
- Masyarakat kota umumnya berpendidikan lebih tinggi, rasional, menghargai waktu, kerja keras, dan kebebasan
- Jumlah warga kota lebih banyak, padat, dan heterogen
- Pembagian dan spesialisasi kerja lebih banyak dan nyata
- Kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya amat dinamis, sehingga perkembangannya sangat cepat
- Masyarkatnya terbuka, demokratis, kritis, dan mudah menerima unsur-unsur pembaharuan.
- Pranata sosialnya bersifat formal sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
- Memiliki sarana – prasarana dan fasilitas kehidupan yang sangat banyak.
Agar supaya dakwah dalam konteks kekinian dan kedisinian kita dapat berdaya guna dan berhasil guna maka diperlukan para juru dakwah yang professional dengan kemampuan ilmiah, wawasan luas yang bersifat generalis, memiliki kemampuan penguasaan, kecakapan, kekhususan yang tinggi. Orang yang seperti ini adalah orang yang percaya diri, berdisiplin tinggi, tegar dalam berpendirian dan memilik integritas moral keprofesionalan yang tinggi. Mampu bekerja secara perorangan dan secara tim dengan sikap solidaritas atas komitmen dan konsisten yang teruji kokoh. Untuk menjadi tenaga dakwah yang professional, menurut Prof. Dr. H. Djudju Sudjana dalam A Wahab Suneth dan Syafrudin Djosan,[23] da’i harus memiliki tiga kompetensi, yaitu kompetensi akademik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.
Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelasaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun misi dakwah dari dulu sampai sekarang tetap sama yaitu mengajak umat manusia kedalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, proaktif, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif. Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan dapat bersaing di bursa informasi yang semakin kompetitif. Ada beberapa rancangan kerja dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab problematika umat dewasa ini:
- Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat;
- Menyiapkan profil strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
- Membuat peta sosial umat sebagai sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan d
- Mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah baik secara internal umat maupun secara eksternal.
- Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih profesional dan berorientasi pada kemajuan iptek.
- Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan umat Islam.
Dakwah Menurut Arifin[24] tujuan program kegiatan dakwah dan penerangan agama tidak lain adalah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. Pandangan lain dari A. Hasjmy,[25] tujuan dakwah Islamiyah yaitu membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia. Ketika merumuskan pengertian dakwah, Amrullah Ahmad menyinggung tujuan dakwah adalah untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan.[26] Barmawie Umary, [27] merumuskan tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari’at Islam secara merata. dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun. Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur’an itu sendiri sebab hanya kepada al-Qur’an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman. Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan sesuai dengan ajaran tersebut. [28]
Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur’an menurut Moh. Aziz[29] adalah:
- Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka … (QS Nuh: 7)[30]
- Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka, bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nyaaku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali”. (QS. ar Ra’d: 36)[31]
- Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya…” (QS Asy Syura: 13)[32]
- Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73)[33]
- Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati masyarakat.
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)[34]
Sukses tidaknya suatu kegiatan dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengn ratap tangis mereka. Kesuksesan dakwah dapat dilihat pada bekas yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya ataupun tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai hasil yang maksimal, tidak dapat lain dakwah Islam harus dilaksanakan secara efektif. Efektifitas dapat diartikan sampai dimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan-tujuan utama yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan proses dakwah, maka efektifitas dakwah dapat diukur melalui tingkat keberhasilan dakwah dalam mencapai tingkat out put sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu terbentuknya kondisi yang Islami.
3. Analisa
a. Keberhasilan Dan Kelemahan Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Agama Islam Di Perkotaan
Secara umum pemahaman nilai-nilai keagamaan masyarakat Perkotaan sudah cukup memadai. Namun ada pula beberapa daerah yang bisa dikategorikan masyarakatnya masih abangan Identifikasi potensi wilayah yang komprehensif merupakan satu sisi kekuatan strategi Penyuluhan Agama Islam yang sudah dilakukan di Perkotaan. Hasil identifikasi ini merupakan modal bagi penentuan strategi berikutnya yakni penyusuanan rencana kerja baik tahunan atau lima tahunan.
Selain itu penyusunan program kerja yang runtut bisa memberikan arah yang pasti dalam menentukan materi, teknik, atau metode penyuluhan serta jadwal, waktu dan peserta yang dijadikan sasaran penyuluhan. Disamping itu eksistensi Pokjaluh di daerah juga mengambil peran penting dalam proses pelaksanaan penyuluhan Agama Islam. Ini menjadi salah satu bukti keberhasilan kerja lintas sektoral dalam bidang kepenyuluhan yang layak dijadikan contoh untuk daerah lain.
Dengan menetapkan strategi tersebut Penyuluhan Agama Islam di Perkotaan banyak memberikan warna yang berbeda dalam usaha membantu masyarakat memahami dan menghayati nilai-nilai ajaran Islam. Meskipun belum mencapai terget yang maksimal.
Adapun sisi lemah penerapan strategi pelaksanaan Penyuluhan Agama Islam di Perkotaan diantaranya keterbatasan personil Penyuluh Agama Islam , luasnya wilayah yang harus dijangkau, minimnya sarana pendukung.
b. Peluang Dan Tantangan Strategi Pelaksanaan Penyuluhan Agama Islam Di Perkotaan
Beberapa peluang yang bisa dimanfaatkan dalam proses Penyuluhan Agama Islam diantaranya solidaritas masyarakat yang cukup tinggi serta dukungan tokoh agama dan lembaga keagamaan. Peluang lain adalah keterbukaan Pemerintah Kota membantu kegiatan keagamaan. Sementara itu, yang merupakan tantangan berat dalam proses Penyuluhan Agama Islam pengaruh negatif akses informasi dan globalisasi di kalangan generasi muda dan masyarakat yang heterogen.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan pada beberapa bab sebelumnya, akhirnya dapat dipahami serta disimpulkan sebagai berikut :
- Strategi Bimbingan dan penyuluhan Agama Islam di Perkotaan dapat dipahami dan dapat berdaya guna bagi kemajuan dakwah di daerah perkotaan dengan cara yang tepat.
- Strategi Pelaksanaan Bimbingan dan penyuluhan di perkotaan mebutuhkanmembutuhkan variasi dalam meyampaikan kepenyuluhan
- Kondisi masyarakat yang heterogen sehingga membuat masyarakat apatis terhadap penyampian dakwah
B. Rekomendasi
- Masyarakat
Hendaknya Masyarakat dapat mendukung strategi tersebut dengan bekerjasama dengan penyuluh.
- Kementerian Agama
Hendaknya Kementerian Agama dalam hal ini seksi Bimbingan Masyarakat Islam dapat lebih meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan Penyuluh melalui berbagai kegiatan dalam program pemberdayaan penyuluh
- Pemerintah Daerah Kabupaten atau Pemerintah Kota
a. Hendaknya Pemerintah Daerah Kabupaten atau Pemerintah Kota dapat bekerja sama dengan Kementerian Agama khususnya Penyuluh Agama Islam untuk melindungi warga muslim dari sasaran penyiaran Agama lain sehingga sesuai dengan peraturan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Hendaknya Pemerintah Daerah dapat meningkatkan motivasi dalam peningkatan usaha dakwah di kalangan birokrasi.
c. Hendaknya mengalokasikan dana dari anggaran pendapatan daerah (APBD) Kabupaten untuk kegiatan dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Amrulah, 1991, Kerangka DasarMasalah Paradigma Pendidikan Islam, Yogjakarta: PT Tiara Wacana
Aisyah Siti, 2012, Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar, Yogjakarta: CV. Budi Utama
Ali Moh Aziz, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana
Arifin Zaenul, 2000, Memmahami Bank Syari’ah; Lingkup Peluang, Jakarta: Alfabet
Badan Pusat Staistik, 2010, Sensus Penduduk
Depag RI Balitbang dan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, 2007Jakarta,.
Depag RI, Biro Kepegawaian Sekretariat Jendral, 2003.Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama Islam dan Angka Kreditnya, Jakarta,
Depag RI, Teknik Penyusnan Rencana Strategis Penyuluhan Agama Islam, Balitbang dan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, 2007, Jakarta,.
Departemen Agama RI , 1978, Al-Qur’an dan Terjemahnnya, Jakarta, 1978
Departemen Agama RI Sekretariat Jenderal Biro Kepegawaian: 1999
Departemen Agama RI, 1978, Al-Qur’an dan Terjemahnnya, Jakarta
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003, Modul Pelatihan Auditor Internal Halal, Jakarta, tp.
Endang Saefuddin Anshori, 1993, Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani
Hasjmy Ali, 1998, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang, 1998
https://artikbbi.com/strategi/ di download hari selasa 31 Juli 2018
Kebijakan dan Strategi Penyuluhan Agama, 2000, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Depag, Jakarta,.
Maulana Muhammad Ali, 2016, Islamologi Panduan Lengkap Memahami Sumber Agama Islam, Rukun Iman, Hukum dan Syariat Islam, Jakarta: Darul Kutubil Islamiah
Nasution Harun, 1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Bandung: Mizan, 1995
Pimay Awaludin, 2005, Paradigma dakwah humanis: strategi dan metode dakwah Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Jakarta : RaSAIL
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, 1997, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia Munsyi Abdul Kadir, 1981, Metode Diskusi dalam Dakwah, Jakarta: Al-Ikhlas
Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2015- 2019
Saefullah Zeinuddin Nainggolan, 1990, Pandangan Cendikiawan Muslim terhadap P4, Jakarta: Gema Isra Utama
Suharso dan Ana Retnaningsih, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: CV Vidia Karya, ,
Susanto Ahmad, 2015, Bimbingan Konseling di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Prenadia Grouf
Syukir Asmuni, 1984, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Jakarta: Al-Ikhlas
Tasmara Toto, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta : Gaya Media Pratama
Umary Barmawie ¸ 1984, Materi Akhlak, Solo: Ramadani
Wahab A Suneth dan Safrudin Djosan, 1999, Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru, Bandung, Nusantara Pres
Ya’kub Hamzah, 1973, Publisistik Islam: seni dan teknik da'wah, Jakarta: Diponegoro
[1] Badan Pusat Staistik, Sensus Penduduk 2010
[2] Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2015- 2019
[3] https://artikbbi.com/strategi/ di download hari selasa 31 Juli 2018
[4] Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Modul Pelatihan Auditor Internal Halal, (Jakarta, tp. 2003),
[5] Awaludin Pimay, Paradigma dakwah humanis: strategi dan metode dakwah Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, (Jakarta : RaSAIL, 2005) hal 50
[6] Ibid hal 51
[7] Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia,1997), hal 76
[8] Ibid, Hal 77
[9] Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Jakarta: Al-Ikhlas, 1981), hal 11
[10] Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam: seni dan teknik da'wah, (Jakarta: Diponegoro, 1973), hal 9
[11] Endang Saefuddin Anshori Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam, : (Jakarta: Gema Insani, 1993), hal 11
[12] Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal 76
[13] Awaludin Pimay, Paradigma dakwah humanis: strategi dan metode dakwah Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, (Jakarta : RaSAIL, 2005) hal 53
[14] Awaludin Pimay, Paradigma dakwah humanis: strategi dan metode dakwah Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, (Jakarta : RaSAIL, 2005), hal 52
[15] Departemen Agama RI , Al-Qur’an dan Terjemahnnya, (Jakarta, 1978), hal 94
[16] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Al-Ikhlas, 1984), hal 172
[17] Ahmad Susanto , Bimbingan Konseling di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Prenadia Grouf, 2015), hal 4
[18] Siti Aisyah, Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar, ( Yogjakarta: CV. Budi Utama, 2012), hal 67
[19] Departemen Agama RI Sekretariat Jenderal Biro Kepegawaian: 1999
[20] Zeinuddin Saefullah Nainggolan, Pandangan Cendikiawan Muslim terhadap P4, (Jakarta: Gema Isra Utama, 1990), hal 1
[21] Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 25
[22] Maulana Muhammad Ali, Islamologi Panduan Lengkap Memahami Sumber Agama Islam, Rukun Iman, Hukum dan Syariat Islam, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiah, 2016), hal 3
[23] A Wahab Suneth dan Safrudin Djosan, Problematika Dakwah dalam Era Indonesia Baru, (Bandung, Nusantara Pres, 1999), hal 145
[24] Zaenul Arifin, Memmahami Bank Syari’ah; Lingkup Peluang, (Jakarta: Alfabet, 2000), hal4
[25] Ali Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an,( Jakarta : Bulan Bintang, 1998), hal18
[26] Amrulah Ahmad, Kerangka DasarMasalah Paradigma Pendidikan Islam, (Yogjakarta: PT Tiara Wacana, 1991) hal2
[27] Barmawie Umary¸Materi Akhlak, (Solo: Ramadani, 1984), hal 55
[28] Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta : Gaya Media Pratama,1997), h. 43
[29] Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), hal 68
[30] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnnya, (Jakarta, 1978), hal 978
[31] Ibid hal. 375
[32] Ibid hal. 534
[33] Ibid hal. 589
[34] Ibid hal. 612